Tindakan terlapor juga, lanjut dia, telah melanggar Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah (selanjutnya disebut Fatwa No. 4 DSN) bagian ketentuan umum murabahah dalam Bank Syari’ah, yakni bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

“Padahal dalam kenyataannya ternyata, obyek akad belum menjadi milik terlapor. Padahal apabila merujuk pada angka (9) Fatwa No. 4 DSN, obyek akad harus dimiliki oleh terlapor terlebih dahulu dibuktikan dengan adanya BPKB obyek akad di tangan Bank Muamalat Indonesia Cabang Ternate baru akad jual beli murabahah dilakukan,” timpalnya.

Selain itu, tindakan terlapor juga telah melanggar Pasal 42 jo. Pasal 43 Peraturan Mahkamah Agung Repubik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

Sartono bilang, terlapor juga tidak melaksanakan kewajiban manajemen resiko kredit, resiko hukum, resiko operasional, resiko reputasi, dan resiko kepatuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), (2) jo. Pasal 5 ayat (1), (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 65 /POJK.03/2016, tanggal 23 Desember 2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Untuk itu, atas segala tindakan pelanggaran hukum terlapor yang dijelaskannya itu membuat pihak terlapor bisa terancam sanksi pidana. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b UU Perbankan Syariah yakni, “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Syariah atau UUS terhadap ketentuan dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 100 miliar.