Lanjut Sean M. Sheehan, anarkisme justru menitikberatkan agar rakyat mengemban tanggung jawab atas kerja mereka keseharian, dan menjawab tantangan mengenai cara mengembangkan bentuk-bentuk pemerintahan demokratis partisipatif bagi masyarakat modern yang kompleks ini.
Bagi anarkisme, sentralisme kepemimpian merupakan hal kekonyolan, karena menitipkan aspirasi kepada lembaga penyambung suara rakyat, berarti kita sudah secara terang-terangan menggadaikan nasib kepada lembaga tersebut. Padahal, dasarnya mereka adalah individu-individu dibekingi oleh partai borjuasi yang memiliki kepentingan masing-masing.
Para pendahulu anarkisme dari berbagai aliran memiliki satu komitmen bahwa bukan mereka tidak percaya dengan pemerintahan tapi mereka persoalkan adalah sifat pemerintahan serta kesalahan besar bila menilai kaum anarkis menentang organisasi partai. Kaum anarkis mempersoalkan hierarki yang melekat pada pemerintahan dan partai yang kemudian membuat sekat interaksi, mereka lebih mendorong adanya demokrasi langsung tanpa perantara atau non-hierarkis.
Seorang pakar ekonomi dan pertama kali menyebut dirinya seorang anarkis sebagai filsafat politik ialah Pierre-Joseph Proudhon. Dia percaya bahwa untuk membuat suatu perubahan besar tidak harus memerlukan pemimpin, gerakan perubahan digerakkan oleh semua komponen yang terlibat di dalamnya dan saling terhubung satu sama lain. Jadi bukan menunggu digerakkan seorang saja.
“Sebuah revolusi sosial tidak berlangsung atas perintah seorang tokoh dengan teori yang sudah jadi, atau sabda seorang nabi. Revolusi organik yang sesungguhnya adalah buah dari kehidupan universal, dan meskipun revolusi ini punya para pewarta dan pelakunya sendiri, ia bukanlah kerja dari satu orang saja”.
Tinggalkan Balasan