Setidaknya Boki Nurfaesyah harus disalahkan ketika ditawan karena berparas menawan, begitupun Jafar Sedek berhak mencuri sayapnya karena hatinya telah dijatuhkan. Pemberontakan Boki Nurfaesyah tak berarti bahkan ketika ia pulang ke khayangan. Ruang yang seharusnya teduh berlindung, ternyata di sana ada fatwa bapak yang harus membawanya kembali pada cengkeraman Jafar Sedek. Keputusan Boki Nurfaesyah tak berarti, ia hidup dalam imajinasi raja-raja. Beberapa orang bergumam, seharusnya ia berbangga diri menjadi rahim kekuasaan di tanah raja-raja.

Apalagi si Jojaru ia memang pantas mati. Keputusan untuk mengakhiri dirinya telah ia perhitungkan matang. Janjinya bersama ma Goduru memeras nyawanya, tak ada lagi yang menghidupi sebab si Jojaru telah menggantungkan daya dan kuasanya pada Goduru. Daripada mengeluh dan protes ia memutuskan menjadi panorama, tempat orang-orang modern melampiaskan penat dan lelahnya. Lalu Jojaru meniupkan sembuh dan menyirami damai dari jernih air. Ia harus menjadi sombar dan keindahan yang dijual.

Begitupun si Leoma-Dara, ia harus tabah dan lapang menghirup bau darah serta ingatan luka dan tragedi. Apalagi Romo Mangun telah menyelamatkannya agar meneguhkan kepercayaan bahwa menjadi yang ‘selamat’ tidak selamanya menjanjikan syukur, ia rahim trauma kekuasaan yang terwarisi hingga sekarang.

Segalanya disempurnakan oleh Nukila, sebagai ganti karena menjadi upeti yang menjahit bara dan pertikaian kedua musuh bebuyutan, ia diberikan gelar sebagai nama salah satu taman di kota Ternate. Ia lagi-lagi bernasib sama, dijual agar pundi-pundi kekuasaan di Negeri Para Raja langgeng dan berumur panjang.

Leksikon Laki-laki

Sudahkan anda berada pada tanya hendak dibawah kemana pikiran anda? Telah tiba waktunya kita menancapkan sayap untuk menyusuri berbagai diorama yang akan disuguhkan. Misalnya Friedrich Engels pernah bilang kekerasan selalu membutuhkan alat. Alat yang digunakan dalam melakukan kekerasan sangat beragam. Salah satu alat yang paling sering digunakan untuk melakukan kekerasan adalah bahasa. Lalu bagaimanakah bahasa menjadi alat melakukan kekerasan terhadap perempuan?