Peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah kabar gembira bagi pemerintah daerah dan stakeholder lainnya sekaligus menunjukkan apiknya iklim investasi di Maluku Utara. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diharapkan berefek kepada penurunan tingkat kemiskinan, pengangguran dan naiknya pendapatan perkapita masyarakat, serta menurunnya inflasi Maluku Utara.
Berdasarkan Data BPS tingkat kemiskinan maluku utara 6 tahun terakhir tercatat mengalami peningkatan, pada tahun 2016 tingkat kemiskinan sebesar 76,40 (ribuan) penduduk, tahun 2017 sebanyak 78,28 penduduk, 2018 meningkat 81,93 penduduk naik 6,62%, pada tahun 2019 meningkat tinggi 87,18 penduduk atau naik 6,97%.
Kenaikan tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di tahun 2020 seiring dengan merebaknya Covid-19 yaitu 87,52 ribu penduduk naik 6,97%. Kondisi ini rupanya tidak bertahan lama, di tahun berikutnya 2021 tingkat kemiskinan mengalami penurunan sebesar 81,18 ribu penduduk atau turun 6,38 persen dari tahun 2020.
Angka statistik kemiskinan di atas bila ditelaah sesungguhnya penurunan kemiskinan Maluku Utara tidak terlalu mengesankan. Hal ini kontradiksi dengan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang lebih tinggi dari pertumbuhan nasional. Di tingkat pendapatan perkapita penduduk miskin baik di desa maupun kota di tahun 2021 hanya berkisar Rp 533,231 dan Rp 494,997 sementara kebutuhan kalori yang harus dipenuhi yaitu 2100 kalori.
Masih jauhnya panggang dari api menciptakan narasi paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan atau produksi dengan kemakmuran, setali tiga uang menurut world bank pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tidak akan memberi dampak terhadap jumlah penduduk miskin yang masih memiliki masalah pada kesenjangan pendapatannya. Ferreira dan Ravilion (2007) dalam risetnya di negara Brazil menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan tidak memliki hubungan yang signifikan, artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan penurunan penduduk miskin di suatu daerah.
Tinggalkan Balasan