Tandaseru — Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kembali membuka sidang dengan nomor perkara 188/G/2021/PTUN.JKT terkait perbuatan melanggar hukum pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, terkait penerapan PPKM dalam penanggulangan Covid-19.
Kasus ini bermula dari seorang pedagang angkringan bernama Muhammad Aslam yang merasa dirugikan dari kebijakan PPKM yang dibuat Presiden Joko Widodo melalui Menteri dalam Negeri sebagaimana termuat dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2021.
Maka dalam sidang tanggal 24 November 2021, Penggugat melalui Kuasa Hukumnya menghadirkan Dr. Hasrul Buamona,S.H.,M.H., ahli hukum kesehatan Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta.
Dr. Hasrul dalam sidang yang digelar via Zoom itu menyampaikan tindakan Tergugat untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia secara hukum wajib untuk Ahli sampaikan bahwa dalam Pasal 49 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan terdapat beberapa hal penting yang selanjutnya menjadi norma dalam pasal dan ayat tersendiri, di antaranya; 1) mitigasi faktor, 2) kedaruratan kesehatan masyarakat, 3)karantina rumah, 4)karantina wilayah, 5) karantina rumah sakit, atau 6) Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.
Di mana dalam norma-norma hukum di atas sudah jelas mengatur terkait dengan ruang lingkup dan batasan-batasan, sehingga norma-norma di atas juga menjadi acuan bagi Menteri Kesehatan dan kepala daerah untuk membuat aturan teknis penanganan Covid-19. Sejatinya dalam UU Wabah dan UU Kekarantinaan Kesehatan sudah jelas bahwa yang memiliki kewenangan untuk penanganan Covid-19 adalah Kementerian Kesehatan, sehingga tidak dibenarkan secara hukum Presiden melakukan penunjukan langsung kepada Menteri Marves atau lainnya. Hal ini dikarenakan Covid-19 memang darurat atau bencana non alam, tapi tidak terjadi kekosongan hukum dan tidak terdapat multitafsir norma hukum baik dalam UU Wabah dan UU Kekarantinaan Kesehatan.
Tinggalkan Balasan