Tandaseru — Lembaga pemasyarakatan (lapas) umumnya memiliki bangunan dengan pengamanan ekstra.

Terlebih lagi pada bangunan tembok luar agar narapidana tidak mudah melarikan diri.

Namun apa jadinya bila bangunan lapas yang memiliki pagar beton tinggi justru tidak dilengkapi dengan kawat berduri seperti di Lapas Kelas III Labuha, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Fakta lain kasus kaburnya narapidana bernama Aswadi Ali (19 tahun) dari Lapas Labuha pada Senin (21/6) lalu diungkap oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Provinsi Maluku Utara, Teguh Wibowo.

“Saya rasa mungkin secara infrastruktur kurang mendukung, karena saya lihat di temboknya itu tidak ada kawat duri dan sebagainya secara keliling,” ungkap Teguh saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (23/6).

Menurut Teguh, harusnya tembok pagar lapas misalnya setinggi 4 meter, pada ketinggian 2 meternya dipasang kawat berduri. Hal ini sekurang-kurangnya diharapkan bisa menghalangi pelarian narapidana.

“Tapi kita harus mengusulkan dulu, itu berkaitan dengan biaya, kita nggak punya juga. Mungkin biaya itu nanti untuk DIPA tahun depan diprogramkan,” ujar dia.

Teguh menegaskan, dengan keterbatasan yang ada itu harusnya kepala lapas serius melaksanakan tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan.

“Sebagai kalapas atau karutan, tidak bisa melihat banyak atau sedikitnya penghuni, itu sama saja risikonya. Karena manusia dia ingin bebas, di mana ada kesempatan dia akan terbang,” tegasnya.

Diketahui, Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Labuha merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di wilayah kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Maluku Utara. Lapas ini beralamat di Jl. Karet Putih Desa Kampung Makian Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan memiliki luas tanah 20.000 M2 dengan kapasitas 150 orang narapidana.

Pada 21 Juni dini hari, seorang narapidana kasus pencurian berhasil melarikan diri saat disuruh petugas membuatkan kopi.