Tandaseru — Komisaris perusahaan tambang emas di Halmahera Selatan, Maluku Utara, PT Amazing Tabara, Sarka Elajou akhirnya angkat bicara menyikapi sejumlah persoalan mengenai izin pemberian wilayah pertambangan yang dipersoalkan Komisi III DPRD Malut.
“Kita dari perusahaan hari ini menghadiri undangan rapat dengan Komisi III DPRD Malut. Ada beberapa hal yang kita bahas tadi, termasuk Komisi III meminta bukti berita acara pembuatan AMDAL yang melibatkan masyarakat. Kita akan berikan itu dalam waktu dekat,” ujar Sarka, Kamis (18/3).
Sarka bilang, PT Amazing Tabara tidak mengetahui jika pemberian kuasa pertambangan dari pemerintah daerah mencaplok sebagian lahan warga di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
“Nah ini yang kita belum tahu. Nanti akan kita bicarakan juga dengan dinas teknis, misalnya Dinas Kehutanan baru kita dudukkan persoalannya dimana,” ungkapnya.
“Pada prinsipnya kita lagi mencari solusi dimana wilayah-wilayah yang masuk dalam kawasan permukiman dan perkebunan seperti yang disebutkan,” kata Sarka.
Menindaklanjuti hasil pembicaraan dengan Komisi III, kata Sarka, akan dibahas lagi dengan pemegang saham lainnya.
“Kita akan bahas dulu di internal perusahaan dengan para pemegang saham yang lain, apakah keputusannya harus penciutan wilayah. Nanti akan ada keputusan setelah diadakan pembahasan di internal, jadi hari ini belum ada keputusan apa-apa,” cetusnya.
Sarka mengaku, pada saat proses pembuatan izin Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) tahun 2013 telah melibatkan seluruh masyarakat tiga desa yang ada di Pulau Obi, yakni Desa Anggai, Air Mangga dan Sambiki. Sehingga jika muncul penolakan atas izin tersebut, perusahaan merasa sangat dirugikan.
“Semua bukti berita acara itu akan kita serahkan ke DPRD. Waktu itu tahapannya sebanyak tiga kali sidang, dan yang kita libatkan saat itu semua tokoh masyarakat termasuk kepala desa di tiga desa itu juga. Izin AMDAL-nya waktu itu dikeluarkan oleh Pemda Halsel,” terangnya.
Ia juga membenarkan pemegang saham mayoritas PT Amazing Tabara adalah Bupati Pulau Morotai, Benny Laos.
“Pemegang saham 90 persen Pak Benny Laos. Saya juga termasuk salah satu pemegang saham 10 persen,” tandasnya.
Ketua Komisi III DPRD, Zulkifli Hi. Umar saat dikonfirmasi terpisah mengatakan, DPRD Malut sangat menyayangkan izin pinjam pakai kawasan yang disetujui Dinas Kehutanan. Padahal jarak antara kawasan pertambangan dengan lokasi permukiman hanya berjarak beberapa ratus meter.
“Anehnya, pedoman pemberian pertimbangan teknis (pertek) yang dikeluarkan dinas terkait tidak mempertimbangkan hak-hak masyarakat di dalamnya, mereka bisa lihat di situ ada permukiman warga kenapa harus izin itu dikeluarkan,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Zulkifli, Komisi III juga menyoroti Dinas Penanaman Modal-PTSP yang mengeluarkan izin produksi di kawasan berpenduduk.
“PTSP juga mengeluarkan izin dengan masalah yang sama,” ujarnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengingatkan agar pemerintah daerah ke depannya tidak mengeluarkan izin yang hanya mementingkan kepentingan korporasi tanpa memperjuangkan hak-hak masyarakat.
“Ini jadi bahan evaluasi kita bersama, baik pemerintah, DPRD, maupun akademi, untuk sama kita mengawal kepentingan rakyat di atas segalanya, karena lahan di Maluku Utara ini sudah hampir sebagian besar masuk dalam kawasan pertambangan. Ini sangat kami sayangkan,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan