Namun sejauh ini, Pemerintah Daerah belum aktif berinisiatif membebaskan lahan untuk pembuatan tanggul penahan banjir.

“Kalau kita tunggu tanahnya bebas, kapan dana turun? Padahal kita harus sharing, dana fisiknya BWS, dana pembebasan lahannya Pemda yang tanggulangi,” ungkapnya.

“Kami tidak mau dana sudah turun, tender sudah selesai, tapi kontraktor tidak bisa kerja gara-gara tanah belum dibebaskan,” cetusnya.

Bebi memaparkan, banjir terjadi karena dua faktor. Faktor perubahan catchment area dan faktor manusia. Dia mencontohkan, di Weda, Halmahera Tengah, ada penggalian tambang batuan yang memblokade aliran sungai. Alhasil, saat turun hujan air pasti meluap ke permukiman warga.

“Tapi setelah kita diskusi dengan Bupati Halteng, beliau menyadari bahwa masyarakat kita masih sangat butuh edukasi untuk menjaga alam,” imbuhnya.

Perencanaan pengendalian banjir, kata Bebi, diutamakan untuk sungai-sungai yang dekat permukiman warga. Ia mencontohkan lagi, saat banjir di Kao Barat, Halut kemarin, aliran air termasuk lemah namun banyak warga terdampak sebab sungai terletak di dekat permukiman padat penduduk.

“Jadi dari 10 sungai rawan banjir itu akan dipilah-pilah mana yang harus didahulukan,” tukasnya.

Ia menambahkan, Kamis (28/1) besok Wakil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat John Wetipo akan datang ke Malut. Ia berharap Pemda memanfaatkan itu untuk menyampaikan kebutuhan masing-masing.

“Jika PAD terbatas, kebutuhan yang tidak bisa ditangani Pemda langsung lemparkan ke Pempus, mumpung besok Wamen datang,” tandas Bebi.