Tandaseru — Satu bulan belakangan, keberadaan minyak tanah di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara kembali langka. Kondisi ini kerap dikeluhkan warga setempat.
Ketua Komisariat LMND Universitas Pasifik Pulau Morotai Irawan Lemon ikut angkat bicara soal kelangkaan minyak tanah.
“Persoalan minyak tanah akhir-akhir ini menjadi keluhan warga. Warga dibuat pusing dengan langkanya minyak tanah. Sampai ada yang bertanya di sosmed dan lain -lain soal minyak tanah,” kata Irawan kepada tandaseru.com, Sabtu (31/10).
Irawan bilang, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi wajib buka-bukaan soal kendala distribusi minyak tanah di lapangan. Sebab agen pun mengalami kekosongan stok.
“Disperindagkop dan dinas terkait harus intensif dan jangan lepas kontrol dalam mengawal soal pendistribusian minyak tanah di setiap agen. Karena masalah minyak tanah sebagian masyarakat harus dihadapkan dengan antrean sementara yang lain tidak antrean, sehingga lain ada yang tidak dapat. Ini kan disayangkan, bahkan ada yang adu mulut karena persoalan ada yang ikut antrean, ada yang tidak,” tuturnya.
Dia menegaskan, Disperindagkop juga harus mengawasi harga minyak tanah atau harga eceran tertinggi (HET) di lapangan yang sudah ditetapkan. Pasalnya, di pengecer harga minyak tanah ada yang bervariasi mulai dari Rp 7.000, Rp 8.000, namun ada juga yang Rp 5.000.
“Pertanyaannya, kalau yang jual Rp 5.000 ribu adalah agen yang sudah ditetapkan oleh Perindagkop, lalu ada pengecer yang menjual minyak tanah sampai harga Rp 8.000 dan 7.000, ini sumber minyaknya dapat dari mana? Sehingga di lapangan kita temukan variasi harga minyak tanah yang berbeda-beda,” jelasnya.
Karena itu, LMND mendesak Disperindagkop mengontrol persoalan minyak tanah yang ramai dikeluhkan warga.
“Apalagi saat ini di tengah pandemi Covid-19, kita seharusnya menenangkan diri. Tetapi dengan adanya masalah minyak tanah, warga menjadi terkuras energinya karena harus mencari tahu soal informasi minyak tanah, dan lainya. Belum lagi kita diharuskan jaga jarak dan tidak membuat kerumunan,” ujarnya.
“Jadi Disperindagkop harus punya format baru sebagai solusi agar tak terjadi seperti di lapangan saat ini,” tandasnya.
Kepala Disperindagkop-UKM Pulau Morotai Nasrun Mahasari saat dihubungi tandaseru.com hingga berita ini ditayangkan belum dapat tersambung.
Tinggalkan Balasan