Tandaseru — Belasan mahasiswa kembali mendatangi kantor Wali Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu (14/10). Kedatangan mahasiswa ini untuk meminta ketegasan sikap Wali Kota Burhan Abdurahman lantaran redaksional surat penolakan Undang-undang Cipta Kerja sebelumnya yang ditandatangani Wali Kota dinilai masih bias.
Kedatangan para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Maluku Utara ini disambut Sekretaris Kota (Sekkot) Ternate Jusuf Sunya di ruang kerjanya.
Sebelumnya, beredar gambar yang memperlihatkan surat berkop resmi dari Pemerintah Kota Ternate. Surat tertanggal 13 Oktober 2020 itu ditujukan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Surat itu berbunyi: Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Ternate menyampaikan aspirasi dari Aliansi Mahasiswa Maluku Utara yang menyatakan menolak atas disahkannya UU Cipta Kerja.
Sekkot membenarkan adanya surat yang ditandatangani Wali Kota tersebut. Surat tersebut merupakan penyampaian aspirasi yang disampaikan mahasiswa.
“Saya kira ini biar clear, bahwa Pemerintah Kota juga serius dalam kondisi ini,” katanya.
Dia bilang, ini merupakan ranah Pemerintah Provinsi Maluku utara, tetapi Pemkot Ternate memiliki komitmen dan tanggung jawab menyikapi UU Ciptaker. Terlebih lagi ada rasa keprihatinan terhadap seluruh mahasiswa yang beberapa hari ini melakukan aksi penolakan UU Ciptaker sehingga perlu adanya langkah-langkah yang produktif.
“Jangan sampai ini berlarut-larut, sehingga ini bisa menguras waktu dan energi kita semua,” ujarnya.

Menurut Jusuf, surat penolakan tersebut akan dibawa Wali Kota ke Jakarta dalam Forum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Di mana forum tersebut juga akan membahas tentang UU Ciptaker.
Dalam pertemuan dengan APEKSI itu Pemkot Ternate juga telah membentuk tim hukum. Salah satu isu yang akan dikaji adalah tentang sikap penolakan terhadap Omnibus Law. Tim hukum itu terdiri dari sejumlah akademisi, mulai dari Rektor Unkhair Prof Husen Alting, Advokat Muhammad Konoras dan Hendra Kasim, hingga Sosiolog Herman Oesman.
Di sisi lain, terkait keaslian surat yang beredar, dirinya menegaskan itu adalah surat yang asli yang ditandatangani Wali kota Ternate dan sah. Itu berarti Pemkot secara terbuka telah menyatakan menolak Omnibus Law.
“Persepsi pemerintah ini kan surat kalau bertandatangan dan berlogo berarti surat itu resmi dan sah. Kita sudah sampaikan bahwa Pemerintah Kota menolak,” tukas Jusuf.
Jusuf mengaku, Pemkot juga tengah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk membebaskan massa aksi yang masih ditahan. Sejauh ini, masih ada 10 orang yang ditahan dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Dari kepolisian memang sudah bersepakat jika pada aksi lanjutan dan terjadi anarkis, maka kepolisian dalam hal ini Polda Maluku utara langsung menangkap dan menahan massa aksi yang melakukan demo dengan cara anarkis. Pemkot hingga saat ini terus lakukan koordinasi untuk pembebasan massa aksi yang ditahan, karena biar bagaimana pun mereka kan adik-adik kita juga, namun kita tunggu prosesnya,” terangnya.
Tinggalkan Balasan