Tandaseru — Satuan Pelajar dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP) Provinsi Maluku Utara meminta Pemerintah Kota Tidore Kepulauan mengevaluasi sekaligus menonaktifkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kota Tikep, Abdul Rasyid. Pasalnya, Rasyid dinilai telah melibatkan diri dalam politik praktis.

Sekretaris SAPMA PP Malut Hasan Bahta mengungkapkan, apa yang dilakukan Kadis PMD itu sangat menjatuhkan nama baik Pemerintah Kota Tikep. Sebab dalam rekaman percakapan telepon yang beredar, Rasyid menjelek-jelekkan tim pemenangan pasangan Salahuddin Adrias-M. Djabir Taha (SALAMAT).

“Kami yakin bahwa apa dilakukan kadis itu adalah inisiatif dan kehendak dia saja. Dan itu bertentangan dengan tugas dia sebagai ASN. Selama ini Pak Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tikep selalu berusaha menjaga nilai-nilai demokrasi di Tikep,” kata Hasan dalam siaran persnya yang diterima tandaseru.com, Minggu (20/9).

Hasan mengungkapkan, dampak dari apa yang dilakukan Kadis PMD itu menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat yang sedang menyiapkan diri menghadapi Pilkada.

“Karena ulah dia, situasi semakin tidak kondusif. Padahal ini sangat menganggu aktivitas pemerintahan di wilayah itu,” tambahnya.

Dengan demikian, Hasan meminta Pemkot Tikep dengan kewenangannya bisa menonaktifkan Rasyid dari jabatannya sebagai Kadis.

“Untuk mendukung agenda Pemkot Tikep berjalan aman, Kadis itu harus dinonaktifkan. Supaya tidak bisa bikin kegaduhan lagi,” harapnya.

“Memang saat ini karena ada Pilkada Pemkot di-warning untuk tidak melakukan mutasi atau pergantian kepala dinas, tapi apa yang terjadi di Oba itu situasional,” tandasnya.

Sebelumnya, Kadis PMD Abdul Rasyid dilaporkan sejumlah warga Oba karena diduga telah mencemarkan nama baik warga.

Abdul Rasyid yang dikonfirmasi terpisah mengatakan dirinya sudah mengetahui adanya laporan warga ke Polsek Kecamatan Oba. Ia bilang, laporan masyarakat itu karena adanya percakapan dirinya melalui sambungan telepon dengan salah satu warga yakni Ramli Arfa.

”Iya, soal laporan ke Polsek itu saya sudah tahu,” ujarnya.

Menurutnya, percakapannya dengan Ramli Arfa adalah percakapan pribadi dan tidak dipublikasikan secara umum.

”Karena saya menganggap hanya sebatas teman, apalagi saya dengan dia ini satu sekolah. Namun ini dipolitisir terlalu jauh,” terangnya.

Soal pernyataannya bahwa beberapa tim pemenangan SALAMAT adalah caleg gagal, Abdul Rasyid mengaku itu bukan sebuah penghinaan namun merupakan fakta di lapangan.

”Yang jelas saya juga mengakui, yang pertama kalau memang juga mereka merasa tersinggung dengan bahasa-bahasa dalam percakapan itu ya saya secara pribadi meminta maaf. Namun kan bahasa ini hanya spontanitas, dan juga tidak mengarah pada penghinaan, kan begitu. Karena fakta yang saya sampaikan bahwa mereka calon tapi pernah gagal. Jadi tidak dalam bentuk penghinaan apapun. Jadi saya sampaikan ke Ramli saja, kalau Ramli ingin mendapatkan manfaat dari desa, Ramli harus ikut kepala desa, tidak bisa melawan kepala desa agar kepala desa bisa melihat ramli. Kan bahasanya itu. Dan juga tidak mengarah pada kandidat siapapun dalam percakapan itu,” tegasnya.

Dia menambahkan, tetap menghargai laporan yang masuk ke Polsek dan proses hukum yang berjalan.

“Sekarang ini kan mereka lagi lapor saya di Polsek, jadi saya juga punya hak untuk membela diri. Jadi ada ruang saya untuk menggugat balik. Karena yang bersangkutan menyebarluaskan rekaman tanpa seizin saya. Karena ada undang-undang ITE. Yang jelas, saya tetap menunggu prosesnya saja, jadi kalau memang laporan ini ada unsur pidananya saya tetap menghargai proses hukum. Jadi mau dipanggil kapanpun saya siap, baik di Polsek maupun di Bawaslu saya siap,” paparnya.

Sementara terkait desakan masyarakat agar dirinya segera dinonaktifkan, Abdul Rasyid menyerahkan semua kepada Wali Kota sebagai atasanya.

“Saya rasa tidak masalah, sesuai mekanisme dan prosedur nanti. Kalau sesuai penilaian atasan kalau memang saya dinyatakan bersalah, saya tetap siap. Dan itu risiko, konsekuensi apapun saya siap. Kalau tidak ada jabatan terus sudah tidak bisa hidup? Kan tidak. Jadi sebagai ASN tentu saya akan terima apapun konsekuensinya. Jadi kalau ada yang mendesak saya mundur, saya serahkan ke atasan, dan siap menerima risikonya,” pungkasnya.