Tandaseru — Kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Desa Tanjung Saleh Kecamatan Morotai Utara, Pulau Morotai, Maluku Utara berdampak pada gaji aparatur desa dan warga penerima bantuan lansung tunai (BLT) di desa tersebut.

Sejauh ini, warga Tanjung Saleh baru menerima BLT tahap I. Sedangkan BLT tahap berikutnya belum ada dananya. BLT tahap I pun diambil dari uang pengembalian Bendahara Desa sebesar Rp 25 juta.

“Kemarin sudah upaya pengembalian Rp 25 juta dari Bendahara, jadi anggaran itu saya pakai untuk bayar BLT tahap I untuk 43 orang. Untuk tahap II kita masih menunggu transfer dari pusat,” ungkap Karateker Kepala Desa Tanjung Saleh, Sahid Pagama di Kantor Bupati Pulau Morotai, Jumat (4/9).

Sahid bilang, selain BLT, gaji tiga bulan aparatur desa juga belum dibayar yakni pada April, Mei dan Juni.

“Gaji yang terbayar itu baru Januari, Fabruari, Maret dan Juli. April, Mei, Juni itu yang anggarannya sudah cair tapi belum dibayar. Untuk bulan Juli itu kemarin waktu saya masuk ada uang masuk ke rekening desa Rp 31 juta, jadi saya langsung bayar. Agustus kita masih menunggu transfer,” jelasnya.

Lanjut Sahid, untuk anggaran pembayaran gaji aparatur desa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp 156 juta.

“Total untuk Desa Tanjung Saleh itu sebesar Rp 1,1 miliar. Menurut Kadis Keuangan, yang sudah dicairkan itu sekitar 60 persen atau sekitar Rp 612 juta. Tapi dari hasil audit Inspektorat itu Rp 736 juta, yang bisa dipertanggungjawabkan itu Rp 100 juta yang digunakan sesuai ketentuan,” paparnya.

Kata Sahid, untuk penyelesaian persoalan ini ia menyerahkan sepenuhnya ke DPMD dan Inspektorat.

“Saya hanya lanjutkan yang ada saja,” pungkas Sahid.

Sekedar diketahui, Bendahara Desa Tanjung Saleh, MD, dan salah satu oknum PNS Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Morotai berinisial AM yang bertugas sebagai Operator Siskeudes diduga kuat telah melakukan penggelapan anggaran desa Tanjung Saleh. Hasil audit sementara Inspektorat, penggelapan ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 612 juta.

Kasus inilah yang mengakibatkan hak-hak aparatur desa berupa gaji maupun penerima BLT di desa tersebut tiga bulan terakhir tidak bisa dibayar. Kasus ini pun mendapat kecaman dari DPRD hingga DPRD mendesak agar para oknum yang terlibat diberi efek jera.