Tandaseru — Puluhan aktivis, mahasiswa, dan warga sipil yang tergabung dalam jaringan solidaritas masyarakat sipil menggelar Aksi Kamisan di depan Gong Perdamaian Dunia, kota Ambon, Maluku, Kamis (31/7/2025). Dalam aksi diam yang dimulai pukul 16.00 WIT ini, para peserta membawa payung hitam dan poster tuntutan, dengan seruan utama: Bebaskan 11 Warga Adat Maba Sangaji yang saat ini ditahan akibat konflik agraria di Halmahera Timur, Maluku Utara.

Aksi ini memfokuskan perhatian pada kriminalisasi terhadap warga adat Maba Sangaji, yang kini menghadapi proses hukum usai mempertahankan tanah ulayat dari ekspansi perusahaan tambang PT Position. Para aktivis menyebut kasus ini sebagai bentuk represi struktural yang mencerminkan ketimpangan kuasa dalam pengelolaan sumber daya alam di wilayah timur Indonesia.

“11 warga Maba Sangaji bukan kriminal, mereka adalah penjaga tanah adat yang sah. Penahanan mereka adalah bentuk kekerasan negara terhadap masyarakat adat,” ujar koordinator aksi dalam orasinya.

Massa aksi mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera membebaskan kesebelas warga, menghentikan segala bentuk kriminalisasi, dan mencabut izin tambang yang telah mencederai ruang hidup masyarakat lokal.

Soroti Kasus Negeri Haya dan Seram

Selain kasus Maba Sangaji, Aksi Kamisan juga menyoroti kriminalisasi terhadap dua pemuda adat Negeri Haya, Ardi Tuahan dan Sahin Mahulaw, yang kini ditahan di Polres Maluku Tengah. Mereka dituduh melakukan penghasutan dan pembakaran fasilitas tambang, namun keluarga dan kuasa hukum menyebut proses penetapan tersangka cacat hukum.

Tak hanya itu, massa aksi juga mengecam ekspansi perusahaan tambang seperti PT Waragonda Mineral Pratama di Pulau Seram, yang dinilai telah merampas ruang hidup masyarakat adat, merusak lingkungan, dan menciptakan konflik sosial berkepanjangan.

“Negara tidak bisa terus-menerus menutup mata. Konstitusi jelas mengakui hak masyarakat adat. Tapi yang terjadi justru pengusiran dan kriminalisasi,” tegas seorang orator dari kalangan mahasiswa.

Tujuh Tuntutan Aksi Kamisan Ambon
Dalam aksi ini, jaringan solidaritas masyarakat sipil menyampaikan tujuh poin tuntutan:

  1. Segera bebaskan 11 warga adat Maba Sangaji yang ditahan dalam konflik agraria di Halmahera Timur
  2. Cabut izin operasi PT Position dan hentikan eksploitasi tambang di atas tanah adat
  3. Bebaskan Ardi Tuahan dan Sahin Mahulaw, dua pemuda adat Negeri Haya yang dikriminalisasi
  4. Hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia
  5. Desak percepatan proses hukum terhadap laporan tindak pidana pertambangan yang telah dilayangkan ke Polda Maluku
  6. Negara harus mengakui dan melindungi wilayah adat sesuai prinsip hak asasi manusia dan hukum adat yang hidup
  7. Segera sahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.

Perlawanan dari Pinggiran

Aksi Kamisan di Ambon ini merepresentasikan suara-suara dari pinggiran—mereka yang selama bertahun-tahun menjaga hutan, tanah, dan laut sebagai bagian dari identitas kultural mereka, namun kini harus berhadapan dengan kekuatan modal dan kebijakan negara yang abai.

“Apa gunanya pembangunan jika rakyat adat dikorbankan?” demikian tulisan salah satu poster yang dibentangkan peserta.

Aksi ditutup dengan pembacaan puisi dan pernyataan sikap kolektif bahwa perjuangan untuk keadilan ekologis dan pengakuan hak masyarakat adat tidak akan berhenti, selama ketimpangan dan ketidakadilan masih berlangsung.

Sahril Abdullah
Editor
Sahril Abdullah
Reporter