Tandaseru — Upaya Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara menerbitkan 421 bidang lahan atau aset yang belum bersertifikat dalam jangka waktu dekat tampaknya sulit direalisasikan. Pasalnya, sebagian besar lahan tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Tikep Muslihin menyatakan, Pemkot tidak bisa melakukan pengurusan menerbitkan sertifikat lahan atau aset tersebut jika belum dialihfungsikan dari HPK menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
“Iya, memang kami mengakui masih banyak aset yang rencana kami terbitkan sertifikat ini masuk dalam HPK, seperti Kantor Lurah Tuguwaji, Kantor Lurah Folarora, Kantor Lurah Kalaodi serta kantor lurah lainnya. Termasuk juga perumahan dinas serta sekolah yang juga masuk dalam kawasan HPK itu,” ungkap Muslihin kepada tandaseru.com, Rabu (18/11).
Menurutnya, masuknya aset Pemkot dalam HPK lantaran dibangun mengarah ke gunung hingga bersinggungan dengan kawasan hutan.
“Memang banyak aset seperti kantor yang dibangun itu sudah ke areal belakang, tentu itu sudah masuk dalam kawasan hutan. Makanya solusinya, Pemkot harus mengupayakan agar cepat mengalihfungsikan ke APL,” terangnya.
Jika belum dialihfungsikan, sambung Muslihin, upaya pemkot menyelamatkan aset yang belum bersertifikat bakal menemui jalan buntu. Sebab Kantor Pertanahan tidak akan menerbitkan sertifikat jika aset masuk dalam HPK.
“Karena memang aturan mengharuskan seperti itu. Harus dialihfungsikan dulu baru bisa terbitkan sertifikat. Tidak bisa terbitkan sertifikat sebelum alihfungsikan. Kalau tidak, bermasalah nanti,” ujarnya.
Hanya saja, alih fungsi aset yang masuk dalam HPK ke APL juga bukan perkara mudah. Muslihin bilang, harus melalui pengurusan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Untuk mendatangkan orang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Pemkot harus menyiapkan anggaran agar tim Kementerian bisa melakukan survei serta menilai kelayakan untuk mengalihfungsikan aset dari HPK ke APL. Namun lagi-lagi kita terbentur dengan anggaran, di induk 2021 juga tidak ada. Seharusnya ini tugasnya Bappeda dan PUPR untuk mendorong anggaran itu, karena ini sangat penting,” akunya.
Demi mengejar target yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar setiap tahun harus ada 100 bidang lahan atau aset yang disertifikatkan, maka Pemkot lebih memprioritaskan mendorong aset yang tidak masuk dalam HPK terlebih dahulu untuk diterbitkan sertifikatnya.
Muslihin memaparkan, total aset Pemkot saat ini berjumlah 807 bidang lahan atau aset, dimana yang sudah memiliki sertifikat baru 386. Sementara 421 lainnya masih dalam proses penerbitan.
“Tetapi yang masuk HPK juga akan kami upayakan secepatnya untuk dialihfungsikan agar bisa cepat diterbitkan sertifikatnya,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan