Tandaseru — Pemerintah Halmahera Barat, Maluku Utara, melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu menetapkan wilayah PT Semesta Agro Tani Indonesia (SATI) masuk Desa Matui, Kecamatan Jailolo.

Langkah ini mendapat protes keras warga Desa Tuada yang menilai lokasi tersebut masuk wilayah administratif desa mereka.

Tokoh Pemuda Desa Tuada, Idhar Bakri, menyatakan sikap Dinas PMPSP merupakan tindakan zalim terhadap warga Tuada.

“Perbuatan ini tidak berdasar pada asas legal, dan terkesan menzalimi masyarakat Tuada. Sebab Pemda Halbar serta merta menetapkan tanpa mengakomodir argumentasi dari tokoh masyarakat maupun tokoh adat Desa Tuada. Harusnya dalam penetapan wilayah itu mengundang para tokoh masyarakat dan tokoh adat Desa Tuada. Saya tidak bicara Desa Matui karena hampir satu kampung di Desa Matui tahu itu wilayah Desa Tuada, bukan Desa Matui,” ungkap Idhar, Sabtu (9/4).

Jika argumentasi Pemda Halbar bahwa wilayah tersebut masuk Desa Matui sesuai hasil peta sistem satelit pemerintah pusat, sambung Idhar, ia ingin menguji secara materi terkait hasil sistem peta satelit tersebut agar diketahui masyarakat Desa Tuada.

“Atas nama pemuda Tuada, pernyataan sikap ini saya utarakan sebagai bentuk mosi tidak percaya terhadap Pemerintah Daerah Halmahera Barat yang menetapkan PT SATI masuk wilayah Desa Matui. Kita uji materi soal hasil peta satelit tersebut nanti,” ujarnya.

Idhar mengatakan, walaupun Pemda Halbar dalam melihat wilayah tersebut menggunakan sistem operasi peta satelit, tak boleh lantas mengabaikan kesepakatan antara dua desa untuk dilakukan langkah penyelesaian wilayah tersebut.

Wilayah PT SATI, kata Idhar, merupakan wilayah yang termuat dalam peta Desa Tuada yang disebut KAR oleh masyarakat setempat. Hal ini menurut dia harus dijadikan dasar pemda untuk menetapkan identitas wilayah tersebut, bukan ikut maunya pemerintah daerah.

“Permendagri 45 Tahun 2016 tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa juga menegaskan di situ bahwa dalam menyelesaikan batas desa tidak boleh mengabaikan atau menghapus hak atas tanah, hak ulayat, dan hak adat serta hak lainnya yang sudah ada di masyarakat,” terangnya.

Sepanjang sejarah, Idhar berujar, Desa Tuada tidak berbatasan langsung dengan Desa Matui. Ia pun menantang argumentasi ini dan mengundang para tokoh adat, tokoh masyarakat serta tokoh agama Desa Matui untuk berdiskusi terkait pernyataan ini.

“Sekali lagi saya tegaskan, Tuada tidak berbatasan dengan Desa Matui. Jadi kalau bicara penyelesaian tapal batas saya rasa aneh kalau berurusan dengan Desa Matui. Kalau pernyataan saya ini ada tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat maupun tokoh pemuda Desa Matui merasa tidak puas saya undang untuk kita berdiskusi,” ujarnya.

Karena itu, hasil penetapan wilayah tersebut perlu dikaji kembali oleh pemerintah daerah berdasarkan historis.

“Saya tegaskan, wilayah hutan Tuada Ma Banga, Koma dan Soroto merupakan wilayah teritorial Desa Tuada, bukan Desa Matui. Sekali lagi bukan Desa Matui,” pungkas Idhar.