Tandaseru — Tenun Tidore, yang lebih dikenal dengan nama Puta Dino, merupakan tenun yang baru lahir kembali 6 tahun belakangan setelah 100 tahun mati suri.

Perjalanan panjang Puta Dino dimulai dari tangan dingin Anita Gathmir Kaicil, seniman berdarah Tidore Kepulauan. Tertatih-tatih, Anita mengumpulkan kembali motif-motif tenun Tidore dan menghidupkannya kembali. Bank Indonesia Perwakilan Maluku Utara di masa kepemimpinan Dwi Tugas Waluyanto turut memberi nafas hidup untuk Puta Dino.

Anita getol melakukan riset saat menghidupkan Puta Dino sebelum dikenalkan ke khalayak luas.

“Kami melakukan riset kecil-kecilan dengan bertemu para tetua di tanah Tidore. Ada beberapa tetua yang kami kunjungi terutama di daerah Soasio dan Gurabati. Riset tersebut dilakukan dengan beberapa seniman lokal di Tidore. Berangkat dari sana, kami menemukan foto Boki, permaisuri Sultan yang dipajang di Kadaton Tidore. Boki dalam foto tersebut terlihat memakai beberapa kain tenun. Dari sanalah ada beberapa motif kemudian terlahir yaitu Marasante yang berarti keberanian, motif Jodati berarti ketulusan hati, dan motif Barakati melambangkan soal mengayomi. Inilah awal kemunculan motif tenun Tidore,” tutur Anita kepada tandaseru.com, Minggu (13/2).

Anita Gathmir Kaicil. (Istimewa)

Tak berhenti sampai di situ, Puta Dino terus dikembangkan dengan menyekolahkan empat anak muda Tidore. Mereka dikirim mendalami ilmu tenun di Kota Jepara, Jawa Tengah, selama beberapa bulan.

“Hal ini dilakukan untuk menambah pemahaman soal tenun,” sambung Anita.

Histori perjalanan tenun Tidore memang mengalami jatuh bangun yang cukup menguras energi. Namun optimisme membuatnya terus bertahan hingga hari ini. Uniknya, penenun Puta Dino Kayangan yang dikembangkan Anita rata-rata merupakan anak muda. Sebagian besar bahkan masih duduk di bangku SMP dan SMA.

“Anak-anak ini terus berproses dengan tekun dan sabar, karena memang menenun membutuhkan skill dan kesabaran yang tidak semudah kita bayangkan,” terangnya.

Wani, salah satu penenun Puta Dino, mengiyakan. Menurutnya, menenun merupakan pekerjaan yang membutuhkan kesabaran tingkat dewa. Bahkan ada anekdot yang diciptakan anak-anak muda ini saat kelelahan melanda.

“Yaitu lebih baik putus cinta daripada putus benang,” ujar Wani sembari tertawa.