Tandaseru — Dua warga Desa Buya, Kecamatan Mangoli Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara menagih janji ganti rugi lahan kepada CV Sula Baru. Pasalnya, perusahaan pengelolaan kayu tersebut menggunakan lahan warga sebagai jalan perusahaan.
CV Sula Baru sendiri diketahui merupakan pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan surat keputusan (SK) Nomor 522.1/KPTS/166/2019 tertanggal 19 Desember 2019.
Dua warga Buya, Muin Soamole dan Awat Soamole didampingi kuasa hukum Rasman Buamona kepada tandaseru.com mengungkapkan, sejak beroperasinya perusahaan tersebut sampai dengan dilakukannya pemuatan, Muin dan Awat sama sekali belum menerima ganti rugi lahan.
“Sudah berulang kali Muin dan Awat datang ke logpond untuk meminta ganti rugi lahan mereka yang dijadikan jalan perusahaan, namun tidak pernah membuahkan hasil. Karena sudah tidak mampu dikelabui sehingga dua warga ini memutuskan berangkat ke Sanana untuk langsung bertemu dengan Ferry Tangky, Direktur CV Sula Baru dan mitranya, Bapak Yan Kadarusman,” ungkap Rasman, Senin (21/12).
Rasman bilang, setelah sampai di Sanana, Muin dan Awat, serta Amran Samuda, staf administrasi dari lembaga mitra langsung melakukan pertemuan di kediaman Ferry Tangky di Toko Benteng Mas, Fagudu. Dalam pertemuan mediasi tersebut, Ferry ogah melakukan ganti rugi.
Bahkan, sambung Rasman, Ferry mengaku tidak berurusan dengan ganti rugi lahan tersebut. Padahal lahan itu berisi tanaman pala deng cengkeh warga.
“Beta seng (saya tidak, red) urus masalah ganti rugi. Kamong pi la palang tanah itu sudah atau pi lapor di polisi sudah (silakan kalian palang tanah itu atau lapor polisi, red),” kata Rasman mengutip pernyataan Ferry di hadapan kedua kliennya dalam pertemuan Sabtu (19/12) lalu.
Keesokan harinya, Minggu (20/12), Amran Samuda memberikan uang ganti rugi tanaman kepada Muin sebesar Rp 1 juta.
Untuk itu, Rasman mengecam sikap CV Sula Baru dan mitranya, dan meminta kedua belah pihak taat pada hukum. Ia mendesak CV Sula Baru dan mitranya segera memenuhi hak kliennya mendapatkan ganti rugi.
“Saya ingatkan, kayu-kayu yang diolah itu ada di atas tanah Kepulauan Sula, pemiliknya adalah masyarakat Kepulauan Sula. Ferry Tangky dan Yan Darusman hanya diberi izin oleh Pemerintah untuk mengelolanya, sehingga harus menghormati hak-hak masyarakat Sula,” tegas Rasman.
Terpisah, Kontraktor IPK Sula Baru, Haryono saat dikonfirmasi mengungkapkan, pihaknya akan memberikan biaya kebijakan kepada pemilik lahan sebesar Rp 6 juta.
Meski demikian, Haryono mengaku uang kebijakan tersebut akan diberikan kepada pemilik lahan setelah kayu-kayu selesai dimuat.
“Itu kebijakan kita. Tapi nanti setelah selesai pemuatan baru diberikan ke pemilik lahan,” ujarnya.
Terkait pembicaraan lahan yang dijadikan jalan perusahaan, Haryono mengaku tidak mengetahuinya. Setahu dia, pembicaraan awal hanyalah soal logpond dan tidak ada pembicaraan menyangkut jalan tersebut.

“Jalan itu sudah ada sebelumnya. Soal pembicaraan lahan dari jalan tersebut saya tidak tahu. Itu nanti sama pemilik izin,” sambungnya.
Selain itu, Haryono menyebutkan, pihak perusahaan juga menolak untuk mengganti rugi lahan yang dijadikan jalan perusahaan. Bahkan, pihak perusahaan dalam hal ini Direktur CV SB juga sudah mempersilahkan warga untuk melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian.
“Pemilik perusahaan kan tidak mau bayar, bahkan suruh lapor polisi. Jadi ini kita yang mengambil kebijakan untuk memberikan uang tersebut ke mereka (warga, red), itu pun setelah selesai pemuatan kayu-kayu itu,” tandas Haryono.
Tinggalkan Balasan