Oleh: Anwar Husen
Pemerhati Sosial/Tinggal di Tidore, Maluku Utara
_________
“Saya berpandangan setelah sedikit mencermati karakter dan tipikal Purbaya ini, bahwa sosok seperti Presiden Prabowo, dalam kondisi negara yang sedang mewarisi banyak hutang dan beban buruk lain dari rezim sebelumnya, konstalasi dan arah ekonomi global yang sedang tak menentu, warisan orientasi kebijakan yang rapuh semangat kemandiriannya, juga beberapa variabel umum lainnya, membutuhkan pembantu, setidaknya bertipikal Purbaya, yang dari rekam jejak digitalnya, pernah mengolok-olok IMF dan Word Bank. Tak masalah. Kuat argumentasi filosofisnya, paham masalah, bertindak cepat dan cekatan. Tak bisa dari sosok yang mimiknya saja terlihat sedang mengantuk”
SIANG kemarin, saya membaca berita beberapa media. Di Kompas.com [12/9], Pemerintah optimistis ekonomi nasional bisa tumbuh 8 persen dalam waktu 2-3 tahun ke depan. Realisasinya dinilai bukan hal yang mustahil. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa. Ia menilai target itu bukanlah mimpi, melainkan peluang jika ditopang oleh kebijakan fiskal yang tepat, arus investasi yang kuat, serta sinergi seluruh pemangku kepentingan. Menurutnya, lonjakan pertumbuhan tak hanya menjadi simbol keberhasilan angka makroekonomi, tetapi juga pintu masuk percepatan transformasi Indonesia menuju negara maju. ”Pertumbuhan tersebut harus diarahkan untuk mempercepat transformasi menuju negara maju, sekaligus memastikan manfaat ekonomi dirasakan secara merata oleh masyarakat,” ujar Purbaya lewat keterangan pers [Jumat, 12/9].
Masih terkait menteri yang lagi naik daun ini, di Jumat ini juga [12/09], 200 triliun rupiah uang akan masuk ke 6 bank pemerintah yang tergabung dalam Himbara. Itu setelah Presiden Prabowo Subianto menyetujui rencananya menarik dana pemerintah di Bank Indonesia [BI] sebesar 200 triliun dan akan disalurkan ke perbankan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Yang menarik juga, dengan penuh keyakinan, Purbaya menjamin jika uang yang 200 triliun yang di transfer ke bank-bank Himbara tadi, jika dianggap masih kurang akan ditambah lagi.
Dari Kompas.tv siang ini [13/09], Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang ditarik dari Bank Indonesia, telah disalurkan ke lima bank BUMN pada Jumat (12/9/2025).
“Kemarin kan saya janji akan menempatkan dana Rp 200 triliun ke perbankan, ini sudah diputuskan dan siang ini sudah disalurkan, jalan,” ucap Purbaya dalam jumpa pers di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025).
Purbaya menuturkan ada lima bank yang menerima alokasi dari total dana Rp200 triliun tersebut. “Ini kita kirim ke lima bank, Mandiri, BRI, BTN, BNI, BSI. Mandiri itu kita taruh Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, BNI Rp55 triliun, BSI Rp10 triliun,” kata Purbaya.
Dari KNews.id, Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan kembali melakukan pemotongan terhadap transfer ke daerah. Hal itu disampaikannya usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/9/2025) malam.
Meski begitu, Purbaya menyebut pembahasan soal anggaran transfer ke daerah masih berlangsung bersama DPR. “Masih didiskusikan. Nanti kalau saya ngomong duluan, nggak boleh, salah katanya. Ini masih didiskusikan,” ujar Purbaya.
Ada pengakuan sang menteri yang suka blak-blakan ini, dia mulai hati-hati bicara karena sudah banyak diingatkan untuk tidak ceplas-ceplos dan bicara hal-hal yang urgen dan prinsip saja. Ini menarik sekaligus terkesan lucu dari sosok hebat ini.
Karib Helmi Djen, Sekretaris Bidang Idiologi dan Karya Kekaryaan DPP Partai Golkar di Jakarta, mengirim pesan ini di sertai foto, di WAG: Semalam mengobrol santai sama kawan pemain saham, hari pertama Menteri Purbaya dilantik dan pernyataannya sempat membuat para pemain saham ramai-ramai menjual sahamnya. Kawan ini juga melakukan aksi jual sahamnya. Dia menyatakan menyesal menjual sahamnya karena faktanya justru pernyataan optimisme Menteri Purbaya berbuah positif. Respon pasar dan saham naik. Jadi pikiran dan ucapan yang optimisme itu memberikan dampak positif yang luar biasa.
Helmi juga menyertakan beberapa link berita. Ini judul-judul berita itu. Bloomberg Technoz, [12/09], media yang menyediakan informasi dan berita seputar ekonomi, bisnis, finansial, teknologi, dan berkolaborasi dengan Bloomberg Media, menurunkan dua judul, Alasan Fundamental Purbaya Effect Mampu Menopang IHSG, dan Saham BBRI Bersiap Naik 3 Hari Beruntun Imbas Purbaya Effect – Market. Sedangkan Media Bisnis.com, menulis: Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak fluktuatif dan akan ditutup menguat di rentang Rp16.430 sampai Rp16.470 pada hari ini, Jumat (12/9/2025). Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah menguat 0,05% ke Rp16.461,50 pada Kamis (11/9/2025). Adapun, indeks dolar AS menguat 0,14% ke 97,91. Selain rupiah, mata uang negara Asia lainnya yang juga menguat terhadap dolar AS adalah dolar Hong Kong yang menguat 0,03%. Sebaliknya, sejumlah mata uang negara Asia lainnya yang melemah terhadap dolar AS antara lain adalah yen Jepang yang terdepresiasi 0,24%, dolar Singapura melemah 0,13%, dolar Taiwan turun 0,12%, won Korea Selatan turun 0,31%, hingga baht Thailand yang melemah 0,19%. Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi menjelaskan sentimen yang menyertai pergerakan rupiah antara lain adalah kebijakan moneter dan fiskal yang diambil pemerintah. Pemerintah, ujarnya, bersiap menarik dana simpanan dari Bank Indonesia senilai Rp200 triliun untuk dialihkan ke sektor perbankan. Rencana tersebut bertujuan untuk mengatasi kekeringan likuiditas yang belakangan menjadi perhatian pelaku industri, sekaligus mempercepat penyaluran kredit ke sektor riil agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
“Tujuan utama kebijakan ini adalah mempercepat perputaran uang di perekonomian. Dengan likuiditas tambahan, bank-bank diharapkan mampu menyalurkan kredit produktif yang dapat mendorong konsumsi, investasi, serta mendukung program-program prioritas pemerintah,” kata Ibrahim, Kamis (11/9/2025).
Saya menanggapi karib Helmi, dengan mengirim ulang link tulisan saya, Menteri Purbaya, Bukan Menteri “Bersorban” di media Tandaseru [11/09] lalu, di sertai pesan yang menunjuk bahwa tesisnya ada pada tulisan ini. Tak lupa, kalimat pembuka tulisan itu: “Penikmat bola pasti tahu ini. Publik bola Liverpool, akhirnya menyadari, menertawai dan belajar dari kebodohan mereka sendiri, atas demonstrasi dan protes dengan keputusan menejemen klub mendatangkan Arne Slot menggantikan Jurgen Klopp. Mereka menganggap Slot bukan levelnya. Tapi ternyata semua itu salah besar, Liverpool ternyata makin gacor. Dalam banyak kasus, kita sering sekali mengulang kebodohan ini”
Sehari setelah tulisan saya ini [12/11], Dahlan Iskan menulis “Rujak Solo”. Dahlan masih mengisahkan lagi suasana di di Rapat Kerja Komisi XI bersama Menkeu Purbaya itu. Celah ini yang ingin saya kutip: Saat krisis uang ketat 2007, Purbaya ingatkan itu ke tim SBY untuk menghindari terjadi krisis berulang. Ia bicara dengan Bright –grup think-thank-nya Presiden SBY. Krisis pun terhindarkan. Sampai muncul istilah ”SBYnomic” waktu itu. Saran yang sama disampaikan lagi oleh Purbaya pada Presiden Jokowi tujuh tahun kemudian: ketika krisis uang ketat tahun 2015. “Pak Jokowi ambil langkah cepat. Ekonomi jalan lagi,” katanya. Tujuh tahun berikutnya kumat lagi. Pertumbuhan uang beredar ketat lagi. Ingatan yang sama disampaikan Purbaya ke Jokowi. Di saat Covid. Ekonomi selamat. Pertengahan tahun 2024 terjadi lagi. Kali ini belum periode tujuh tahunan. Uang ketat lagi. Pertumbuhan uang beredar kembali ke angka 0.
Meski kebijakan memindahkan 200 triliuan rupiah ke 6 bank itu diapresiasi, yang diwakili Corporate Secretary Bank BNI dan Bank Mandiri, tak luput sisi keraguannya dari pengamat ekonomi dan perbankan. Ini di wakili Doddy Ariefianto. Ketersediaan uang tunai di bank masih pada level aman, kata pengamat ekonomi dan perbankan nasional ini. Menurut Doddy, persoalannya saat ini bukan seberapa banyak ketersediaan uang tunai di bank untuk disalurkan sebagai pinjaman, tapi seberapa banyak orang atau sektor swasta yang mau ambil pinjaman ke bank. “Lemahnya daya ambil kredit, ya karena lemahnya daya beli”, kata Doddy, usai menguraikan banyak indikatornya.
Ini perspektif agak spesifik dan proyeksi. Di salah satu editorial Indonesian National herald, berjudul, “Jurus Baru Fiskal dari Purbaya Yudhi Sadewa”, Peter F Gontha dan Tim editornya, setelah mengurai latar pendidikan akademik Purbaya, mereka menulis: Perpaduan latar belakang teknik dan ekonomi ini membentuknya sebagai figur teknokrat multidisiplin: seorang insinyur yang mampu berpikir logis, tetapi juga ekonom yang menguasai dinamika makro dan mikro. Kombinasi ini jarang dimiliki pejabat publik di Indonesia. Dan ini kalimat penutupnya: Editorial ini percaya bahwa langkah awal beliau akan menentukan arah ke depan: apakah Indonesia bisa memasuki era fiskal baru yang lebih pro-rakyat, adil, dan berkelanjutan. Tantangan besar menanti, tetapi kesempatan untuk mencatat sejarah pun terbuka lebar.
Saya bukan sarjana ekonomi, apalagi ekonom. Pesan dari narasi tentang sosok Menkeu Purbaya di edisi tulisan pendek saya tentangnya, lebih pada pesan untuk menunda sedikit rasa apriori hingga skeptis. Bahwa di negara ini masih banyak orang hebat, punya kompetensi dan integritas diri yang kuat. Mereka bernilai berlian tetapi “tersembunyi” dan tak banyak diketahui publik. Kemunculannya, sering memicu kejutan hingga kontroversial dari beberapa sisi. Itu karena mereka “bukan sosok biasa”. Kita saja yang terlalu sering membiasakan hal yang “biasa”, membiasakan sosok, menganggap mereka sangat hebat karena berulang punya jabatan sama, seolah hanya satu-satunya makhluk Tuhan yang tertakdir padanya.
Saya berpandangan setelah sedikit mencermati karakter dan tipikal Purbaya ini, bahwa sosok seperti Presiden Prabowo, dalam kondisi negara yang sedang mewarisi banyak hutang dan beban buruk lain dari rezim sebelumnya, konstalasi dan arah ekonomi global yang sedang tak menentu, warisan orientasi kebijakan yang rapuh semangat kemandiriannya, juga beberapa variabel umum lainnya, membutuhkan pembantu, setidaknya bertipikal Purbaya, yang dari rekam jejak digitalnya, pernah mengolok-olok IMF dan Word Bank. Tak masalah. Kuat argumentasi filosofisnya, paham masalah, bertindak cepat dan cekatan. Tak boleh dari sosok yang mimiknya saja terlihat sedang mengantuk.
Tak bermaksud berekspektasi lebih karena variabel lingkungan strategis dan situasi global yang masih belum menentu. Karena itu, tesis atas kebijakan Menkeu Purbaya masih akan diuji lagi.
Dan jika di Rapat Kerja Komisi Xl DPR-RI lalu, ada anggota komisi yang sempat menyebut Menkeu Purbaya langsung viral 2 hari sejak dilantik, maka kitapun ingin melihat viralnya bisa berlama-lama ke depan. Dan itu karena efek kebijakannya yang terkesan progresif saat ini, dikenang sebagai sosok penenang dan penenteram jiwa kaum fakir, dari aneka menu bergizi di meja makannya. Wallahu’alam. (*)
Tinggalkan Balasan