Oleh: Anwar Husen

Pemerhati Sosial/Tinggal di Tidore, Maluku Utara

________

Penikmat bola pasti tahu ini. Publik bola Liverpool, akhirnya menyadari, menertawai dan belajar dari kebodohan mereka sendiri, atas demonstrasi dan protes dengan keputusan menejemen klub mendatangkan Arne Slot menggantikan Jurgen Klopp. Mereka menganggap Slot bukan levelnya. Tapi ternyata semua itu salah besar, Liverpool ternyata makin gacor. Dalam banyak kasus, kita sering sekali mengulang kebodohan ini”

JIKA ada pergantian yang paling bikin heboh di reshuffle kabinet Presiden Prabowo Subianto beberapa hari lalu, itu ada pada sosok Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa. Kita punya tipikal menteri keuangan yang agak beda. Dari sederet yang sudah-sudah, yang sangat hati-hati membuat pernyataan, irit bicara hingga mengesankan “alim”. Sosok ini lain, memulainya dengan “kontroversial”, dipandang salah ucap. Di usai pelantikannya di Istana, dan di sorenya di kantor kementerian keuangan untuk agenda serah terima jabatan dengan Mantan Menkeu Sri Mulyani.

Bagi kebanyakan kita yang tak paham sosoknya, momentum serah terima ini jadi ajang pertama menilai siapa sesungguhnya sosok Purbaya itu. Sayangnya, kita terlalu gampang menilai “gaya” seseorang, begitu apriori. Saya sengaja untuk menjadi pengimbang, mengutip Detiksulsel [9/9], ini profil singkatnya: Purbaya Yudhi Sadewa, lahir 7 Juli 1964. Perjalanan Karier, Field Engineer, Schlumberger Overseas SA (1989-1994). Senior Economist, Danareksa Research Institute (Oktober 2000-Juli 2005). Chief Economist, Danareksa Research Institute (Juli 2005-Maret 2013). Direktur Utama, PT Danareksa Securities (April 2006-Oktober 2008). Anggota Komite Ekonomi Nasional (2010-2014). Anggota Dewan Direksi, PT Danareksa (Persero) (Maret 2013-April 2015). Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis, Kantor Staf Presiden RI (April 2015-September 2015). Staf Khusus Bidang Ekonomi, Menko Polhukam (November 2015-Juli 2016). Staf Khusus Bidang Ekonomi, Menko Kemaritiman (Juli 2016-Mei 2018). Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kemenko Kemaritiman dan Investasi (Mei 2018-September 2020). Ketua Dewan Komisioner, LPS (3 September 2020-2025

Bagaimana latar keluarga dan budaya yang memengaruhinya, belum terlacak. Tapi sepintas, sosoknya terkesan apa adanya, cukup percaya punya kemampuan mumpuni mengemban amanah ini, hingga mengesankan “koboi”. Ini petikan komentarnya yang dikutip Tempo, “Saya 15 tahun di pasar. Jadi saya tahu betul bagaimana memperbaiki ekonomi”. Mengumbar optimisme pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen, diucapkannya dengan enteng, biasa-biasa saja, di tengah kondisi ekonomi negara yang sedang ngos-ngosan ini. Yang duluan apriori akan menganggapnya kurang waras. Meski banyak kalangan yang meragukan kapasitasnya jika disandingkan dengan sosok Sri Mulyani dan banyak ekonom senior lainnya, dia terkesan tak ambil pusing. Mirip sang Presiden Prabowo. Ada gambaran karakter orang tulus seperti begini. Di acara ini, lidahnya pertama kali “keseleo”, dalam pandangan publik. Meski mungkin dirinya merasa itu hal yang biasa-biasa saja. Dia mengakui bahwa di jabatan sebelumnya, di Lembaga Penjamin Simpanan [LPS], sosoknya relatif “merdeka” bicara, agak koboi.

Tak butuh lama, demonstrasi BEM UI di Gedung DPR-RI [9/9], menyoal pernyataan kontroversial sejumlah tokoh dan menuntut Presiden Prabowo mengganti Purbaya.

Di Rapat Kerja Komisi XI DPR-RI, sang menteri ini mengakui bahwa sebagai menteri, dia tak bisa lagi bicara ala koboi. Dia baru merasakan dampaknya kemarin, banyak media yang plintir. Maksudnya, mungkin orang agak sensitif dengan omongannya. Karena takut keseleo lagi, rencana kerja 2026 kemenkeu di buat tertulis dan dibacanya. Tapi diprotes anggota komisi lagi, mestinya cukup outline saja, nanti dijelaskan. Ada anggota komisi yang guyon, boleh koboi tapi asal ada isinya.

Bagi saya, rapat kerja dengan komisi terkait di DPR, apalagi untuk pertama kalinya, adalah media paling tepat menilai kapasitas dan penguasaan masalah yang jadi tugas pokok dan fungsinya. Dan karena alasan itu pula, saya harus mengutip utuh berita medianya, tak boleh menafsirkan sembarangan. Ini gambarannya. Mengutip Oposisicerdas.com [11/9], pada artikel berjudul, Menkeu Purbaya Soroti Akar Demo: Karena Salah Kelola Fiskal dan Moneter: _Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai aksi demonstrasi yang merebak belakangan ini terjadi akibat kesalahan pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter, yang menyebabkan tekanan ekonomi. “kemarin demo, itu karena tekanan berkepanjangan di ekonomi karena kesalahan kebijakan fiskal dan moneter sendiri yang sebetulnya kita kuasai,” ujar Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 10 September 2025_. _Purbaya menjelaskan, ekonomi masyarakat kian tercekik lantaran pemerintah lambat membelanjakan anggaran dan lebih memilih menaruh dana di Bank Indonesia (BI)_. _Alhasil, meski suku bunga rendah, pasokan uang di sistem perekonomian justru mengetat bahkan masuk zona negatif_. _“Sejak 2023 pertengahan itu uang diserap secara bertahap terus ke bawah sampai pertumbuhannya nol menjelang second half 2024. Jadi itu yang Anda rasakan di ekonomi melambat dengan signifikan, riil sektor susah, semuanya susah, keluar tagline Indonesia Gelap. Kita semua menunjuk ini gara-gara global, padahal ada kebijakan dalam negeri yang salah juga yang utamanya mengganggu kita,” bebernya_. _Ia mengungkapkan, sempat ada perbaikan pada 2025 hingga April dengan pertumbuhan uang mencapai 7 persen. Namun kondisi itu kembali tertekan pada periode Mei–Agustus_. _”Jadi periode perlambatan ekonomi 2024 yang gara-gara uang ketat tadi, dipulihkan sedikit, belum pulih penuh, direm lagi ekonominya,” jelas Purbaya_. _Tak hanya menyoroti kebijakan lama, Purbaya juga menyindir sikap Komisi XI DPR yang menurutnya terkesan diam_. _”Kan di sini komisi XI rapatnya dengan Menteri Keuangan berapa ratus hari dalam setahun, kenapa tidak pernah mempertanyakan itu. Sekarang saya datang ke sini tiba-tiba pertanyaan banyak sekali yang harusnya sudah putus pada waktu itu,” katanya_. _Sebagai langkah perbaikan, Purbaya berjanji akan mengubah arah kebijakan dengan mempercepat belanja anggaran dan mengalihkan dana dari bank sentral kembali ke perbankan agar roda ekonomi bergerak lebih lancar_. _”Saya akan balik kondisi yang memburuk karena langkah sendiri. Gimana? Paling bagus kan percepat belanja anggaran. Kemudian balikin ke sistem perekonomian ke bank, ke Himbara misalnya,” tandasnya_.

Apa makna pernyataannya bahwa dia 15 tahun di pasar dan dia tahu bagaimana memperbaiki ekonomi, bisa jadi ini langkah awalnya: usai dari DPR tadi, Purbaya menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencananya menarik dana pemerintah di Bank Indonesia [BI] sebesar 200 triliun dan akan disalurkan ke perbankan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Di serial tulisan pendeknya yang beredar luas WAG berjudul, “Terima Kasih Sri Mulyani Dan Selamat Datang Purbaya” [8/9], Denny J.A mengulas, membandingkan sosok dan kiprah dua menteri ini. Di akhir, Denny menulis: _Filosofi besar dari pergantian ini sederhana namun dalam: setiap era punya jantungnya sendiri_. _Ada masa ketika stabilitas adalah emas, dan Sri Mulyani menjadi penempa emas itu_.
_Kini tiba masa ketika percepatan adalah kebutuhan, dan Purbaya diminta menjadi motor penggerak_. _Maka biarlah kita ucapkan terima kasih tulus untuk Sri Mulyani: simbol disiplin, integritas, dan keberanian teknokrat_. _Dan dengan semangat yang sama, kita sambut komando baru ekonomi: Purbaya Yudhi Sadewa, yang kini membawa mimpi bangsa untuk berlari lebih jauh_. _Karena masa depan Indonesia bergantung pada satu hal: keseimbangan antara kebijaksanaan masa lalu dan keberanian masa depan_.

Meski telah 25 tahun sebagai ekonom, sejak era Presiden SBY, banyak kalangan meragukan kapasitasnya untuk mengatasi cepat masalah Indonesia yang rumit ini. Tapi banyak juga yang optimis. Tugas kita adalah menilai kapasitas menterinya dari latar rekam jejak, menilai siapa sosok yang menilai negatif, juga yang positif, dan menyimpulkannya sendiri. Ada hal lain, kita bisa saja meremehkan dan mencibir kualifikasi dan kompetensi seseorang saat mengemban jabatan tertentu, tapi sering lupa bahwa mereka juga termotivasi untuk belajar, mengasah kemampuannya. Tulisan ini ada di sudut itu.

Cukup banyak indikator, terlalu luas perspektif, komparasi, hingga data untuk bisa menjelaskan detail semua ini. Tak mudah, soal urusan kementerian keuangan ini, lembaga bergengsi nomor dua setelah kepresidenan, untuk diperdebatkan. Tetapi poin saya, ada pada cara kita melihat persoalan, terlalu “casing sentris”. Kita sukanya menilai gestur, kepantasan berbicara dan melekatkan hal-hal baik pada objek di permukaan saja, pada posisi songkok dan aneka warna sorban yang melilit. Menurut Rocky Gerung, demokrasi kita di bangun di atas dasar feodalisme. Prinsip aquality tapi pakai sopan santun. Sopan santun itu bahasa tubuh, pikiran tidak boleh ada sopan santun. Saya bisa berlaku sopan pada orang tua dan guru, bukan pejabat karena mereka di gaji oleh pajak kita tetapi juga kebijakan mereka bisa saja membuat kita sengsara dan jatuh miskin.

Kita sukanya menyimpulkan di permukaan, di awal, menyimpulkan kesimpulan. Kita tak banyak belajar, betapa menilai di permukaan saja, sudah cukup banyak membuat kita terjebak. Posisi songkok yang sedikit miring dan lilitan sorban yang beraneka warna, yang dipandang menyimbolkan ketaatan beragama, telah mengantarkan beberapa pejabat kita yang mengurusi urusan agama [umat] ke jeruji besi. Saat ini, kasus penyalahgunaan kuato haji sedang mengantrinya. Kita begitu mudah terjebak dengan simbol-simbol agama. Benarlah ungkapan, jika ingin menipu orang bodoh, pakailah dalil agama. Purbaya terkesan tak doyan simbol. Bukan berciri diam, irit bicara dan kalem, untuk mengesankan kehati-hatian hingga kehebatannya dari latar akademik dan pengalamannya. Kita butuh waktu untuk mengujinya, akankah berakhir di “penjara” atau di meja makan kaum fakir yang tersaji aneka menu bergizi.

Penikmat bola pasti tahu ini. Publik bola Liverpool, akhirnya menyadari, menertawai dan belajar dari kebodohan mereka sendiri, atas demonstrasi dan protes dengan keputusan menejemen klub mendatangkan Arne Slot menggantikan Jurgen Klopp. Mereka menganggap Slot bukan levelnya. Tapi ternyata semua itu salah besar, Liverpool ternyata makin gacor. Dalam banyak kasus, kita sering mengulang kebodohan ini.

Hari ini, banyak dari kita yang doyan protes. Boleh, tetapi jangan asal protes. Itu protes yang merusak, bukan memperbaiki.

Apa makna pernyataan sang menkeu ini bahwa dia 15 tahun di pasar dan dia tahu bagaimana memperbaiki ekonomi, bisa jadi ini langkah awalnya: usai dari DPR tadi, Purbaya menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencananya menarik dana pemerintah di Bank Indonesia [BI] sebesar 200 triliun rupiah dan akan disalurkan ke perbankan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

Bagi saya, jika ada hal positif dan mendesak yang patut menjadi kekuatan emergency dan kebanggaan bagi bangsa kita saat ini, satunya sudah pasti, ada pada personal sang Presiden Prabowo yang kesatriaannya teruji ini, penguasa istana. Yang kedua, ada pada personal Purbaya, di lembaga bernama kementerian keuangan, sang penebar optimisme yang 15 tahun di pasar, yang dengan jurus itu, bisa menjadi penenteram psikologi pasar yang sempat bergejolak. Dan pasti, jaminan penenteram psikologi publik atas kondisi “asap dapur” mereka di esok hari, termasuk para demonstran tadi, yang bisa saja tak menyadari dan menuntutnya diberhentikan itu. Boleh koboi tapi asal ada isinya, bukan “sorban kosong”, pura-pura alim dan mengorbankan banyak orang. Wallahua’lam. (*)