Tandaseru — Sidang pemeriksaan saksi kasus perkara 11 warga adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, Maluku Utara, yang digelar Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan, Rabu (13/8/2025), berlangsung tegang. Sidang kedua ini menghadirkan saksi dari perusahaan tambang PT Position, saksi para terdakwa dan saksi pihak keamanan.

Dalam persidangan, tim Penasihat Hukum (PH) 11 terdakwa secara bergantian mencecar saksi dari aparat keamanan, Bahrun Sahupala, yang merupakan anggota Polres Halmahera Timur. Saat itu, ia bertugas memimpin pengamanan unjuk rasa pada 16 Mei 2025.

Ketegangan mulai terlihat saat PH menyentil pernyataan saksi mengenai dugaan pengancaman dengan senjata tajam (sajam).

“Terkait sajam pengancaman yang tadi saudara saksi katakan, pada saat pengancaman dari terdakwa itu bagaimana?” tanya PH.

Bahrul menjawab, para terdakwa tidak mengancam secara langsung, namun membawa sajam dan memukul tembok.

Pertanyaan berlanjut ke teknis pengamanan aksi. PH menanyakan apakah personel yang dikerahkan saat itu mengenakan pakaian dinas. Saksi menjelaskan, sebelum ia tiba di lokasi, sudah ada pengamanan dari TNI dan Polri. Namun PH kembali menggali, mempertanyakan definisi “aksi” yang dimaksud saksi, mengingat warga mengaku sedang melakukan ritual adat.

Bahrul menyebut pemasangan spanduk dan pemalangan lokasi sebagai bentuk aksi. Pernyataan ini langsung dibantah oleh PH, yang mempertanyakan dasar penilaian tersebut.

“Definisi dari mana itu kalau aksi? Apakah saudara ahli bahasa untuk menyimpulkan itu aksi? Apakah saudara punya keahlian untuk menilai?” tanya PH, membuat suasana semakin panas.

Merasa tersudut, saksi menyatakan keberatan kepada majelis hakim. Ketegangan belum mereda, karena PH lainnya masih menyodorkan sejumlah pertanyaan tambahan terkait prosedur pengamanan dan kronologi kejadian di lapangan. Selanjutnya sidang kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi berikutnya.

Ika Fuji Rahayu
Editor
Ika Fuji Rahayu
Reporter