Tandaseru — Suasana bundaran ibu kota Maluku Utara, Sofifi, sore tadi (Kamis, 24/07/2025) mendadak memanas. Sekelompok mahasiswa dari Komite Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS) Maluku Utara menggelar aksi refleksi dan tuntutan keras terhadap penahanan 11 warga Maba Sangaji, Halmahera Timur.
Mereka menilai, penahanan tersebut adalah bentuk ketidakadilan negara terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah leluhur mereka.
Di tengah aksi, bendera GAMHAS berkibar gagah di sisi para orator yang secara bergantian menyuarakan aspirasi lewat megafon.
Sebuah spanduk bertuliskan “BEBASKAN 11 WARGA MABA SANGAJI TANPA SYARAT, MEREKA BUKAN PREMAN” terpampang jelas, menggambarkan kemarahan massa terhadap kriminalisasi warga oleh aparat.
Baskara, Ketua Komite GAMHAS, dalam orasinya menyebut negara saat ini cenderung memihak pada kepentingan korporasi besar.
“Mereka yang menolak penggusuran adalah orang-orang yang mempertahankan ruang hidupnya. Tapi malah dituduh pembuat onar,” teriaknya lantang.
Ia mencontohkan banyak wilayah kaya tambang seperti Papua, Konawe, dan Sulawesi Selatan yang ironisnya tidak memberikan kesejahteraan merata bagi masyarakat setempat.
“Yang sejahtera justru hanya korporasi asing. Kita tidak ingin hal serupa terjadi di Maluku Utara,” tegas Baskara.
Lebih jauh, Baskara mendesak negara untuk menghentikan praktik pengorbanan rakyat demi ambisi segelintir elite.
“Negara harus sadar. Selama ini rakyat Maluku Utara menyumbang hasil bumi ke pusat, tapi saat mempertahankan tanahnya, mereka dikriminalisasi,” katanya keras.
Giliran Manda, Ketua Sektor Unibra GAMHAS, yang mengambil alih megafon. Ia menyebut penolakan terhadap PT Position di Halmahera Timur sebagai bentuk perlawanan atas perampasan tanah.
“11 warga ditetapkan sebagai tersangka hanya karena mempertahankan tanahnya. Di mana fungsi aparat sebagai pelindung rakyat?” tanyanya.
Ia juga menyayangkan peran negara yang menurutnya justru memfasilitasi kapitalisme rakus yang merampas ruang hidup rakyat.
“Kami muak. Hukum hanya menjadi alat pembenaran bagi korporasi. Negara dan investor itu berselingkuh,” tegas Manda dalam bobotan orasinya.
Tak hanya itu, ia mengkritik tajam pemanfaatan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang menurutnya hanya jadi hiasan konstitusi.
“Kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat hanyalah ilusi. Yang terjadi justru sebaliknya, rakyat ditindas,” ucapnya.
Aksi diakhiri dengan pembacaan tuntutan. GAMHAS menyuarakan tiga poin utama:
- Bebaskan tanpa syarat 11 warga Maba Sangaji yang ditahan secara paksa
- Tolak segala bentuk aktivitas PT Position di wilayah adat Maba Sangaji
- Tegakkan asas keadilan dan supremasi hukum oleh kepolisian dan kejaksaan RI.
Sebelum membubarkan diri, Baskara menyerukan komitmen untuk terus melakukan tekanan moral dan aksi lanjutan bila tuntutan mereka tidak direspons.
Tinggalkan Balasan