Tandaseru — Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku Utara menggelar unjuk rasa di kota Ternate, Rabu (28/5/2025). Dalam aksinya, KPK-MU mendesak penuntasan sejumlah dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di beberapa daerah di Provinsi Maluku Utara.
Dalam orasinya, Koordinator Lapangan Alimun Nasrun menyampaikan, korupsi Dana Desa (DD) merupakan masalah serius yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ia menyoroti dugaan pemotongan Dana Desa tahun 2017 yang terjadi di Kabupaten Pulau Taliabu.
Menurut Alimun, pemotongan tersebut dilakukan dengan modus transfer ke rekening salah satu perusahaan dengan nilai sekitar Rp 60 juta per desa dari total 71 desa di 8 kecamatan.
Selain kasus Dana Desa, massa aksi juga menyoroti dugaan tindak pidana korupsi pencairan dana perimbangan dan dana lainnya tanpa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pada tahun anggaran 2015 hingga 2018.
Alimun juga menyebutkan, pada tahun 2016 Pemda Pulau Taliabu bersama Bank BRI Kanwil Manado melakukan MoU terkait pengelolaan keuangan daerah. Namun, implementasi dari kesepakatan tersebut menimbulkan sejumlah persoalan seperti tekor kas pada tahun 2015 sebesar Rp 1,3 miliar, pendebetan ganda SP2D tahun 2016 senilai Rp 3,5 miliar, hingga kelebihan pendebetan di rekening Setda sebesar Rp 1,7 miliar.
Di tahun 2017, modus yang sama kembali terjadi. Tercatat 15 transaksi pendebetan ganda senilai Rp 4,1 miliar. Namun, hingga akhir 2017, pemulihan keuangan belum sepenuhnya dilakukan dan masih menyisakan kerugian sekitar Rp 2,3 miliar.
Sorotan untuk BPKAD Morotai dan Dugaan Penjualan Ore Nikel
Tak hanya itu, massa juga menyinggung dugaan penyimpangan anggaran sebesar Rp 19,8 miliar yang dikelola BPKAD Pulau Morotai selama tahun anggaran 2023 dan 2024. Salah satu temuan mencolok adalah anggaran makan minum yang melonjak dari Rp 2,8 miliar pada 2023 menjadi Rp 3,5 miliar di 2024.
Alimun juga menyentil dugaan korupsi dalam penjualan 90 ribu ton ore nikel hasil sitaan pengadilan yang telah menjadi aset negara dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Penjualan tersebut disebut menyebabkan kerugian daerah sekitar Rp 30 miliar.
Tinggalkan Balasan