Tandaseru — Sejumlah anggota kepolisian diduga melakukan tindakan represif saat mengawal aksi Indonesia Gelap, Maluku Utara Tenggelam, Jumat (2/5/2025). Aksi ini dilakukan OKP Cipayung-Plus Malut di depan mapolda Malut dan kediaman dinas gubernur di Ternate.
Tindak represif aparat itu membuat IMM Ternate angkat bicara. Formatur Ketua Umum PC IMM Ternate Fatahila Duwila menyatakan, aparat keamanan seharusnya bertugas mengawal dan memberi ruang kebebasan kepada massa untuk menyampaikan aspirasi dalam aksi demonstrasi.
“Sebab banyak problem yang menjadi tuntutan kepada pemerintah untuk diselesaikan. Namun apa yang menjadi aspirasi dalam aksi dibungkam lewat tindakan keji yang diambil oleh aparat keamanan,” ujarnya.
Ia menegaskan, aksi polisi itu sangat mencederai amanat konstitusi Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
“Bahkan, tindakan represif oleh aparat sangat berbanding terbalik dengan SOP kepolisian dalam menangani massa aksi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di muka umum,” jabarnya.
Fatahila mengungkapkan, ada beberapa massa aksi yang mengalami tindakan pemukulan oleh polisi. Dua di antaranya merupakan kader IMM.
“Karena itu, Kapolres kota Ternate wajib bertanggungjawab dan adili para oknum polisi itu sesuai peraturan yang berlaku,” tandasnya.
Dalam aksi itu sendiri, massa aksi menyuarakan sejumlah tuntutan, di antaranya:
- Selamatkan pesisir laut dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara
- Mendesak Kementerian ESDM mencabut IUP PT Karya Wijaya
- Stop perampasan ruang hidup di Maluku Utara
- Berikan jaminan kesejahteraan dan ruang demokrasi buruh
- Tangkap mafia tanah di Malut.
Tinggalkan Balasan