Tandaseru — Dugaan perundungan atau bullying yang terjadi di salah satu SD negeri di Kota Ternate, Maluku Utara, hingga menyebabkan meninggalnya seorang siswa kelas 6 membuat prihatin banyak kalangan. Salah satunya adalah Doktor Ilmu Bimbingan dan Konseling Hasrul Wahid.

Hasrul kepada tandaseru.com menyatakan, permasalahan perundungan merupakan hal yang sangat tragis dan tidak boleh dipandang remeh oleh semua pelaku pendidikan. Secara umum, maraknya kasus bullying di sekolah disebabkan oleh banyak faktor pemicu.

“Misalnya minimnya pengawasan dari pihak sekolah terhadap aktivitas siswa, kondisi keluarga siswa yang tidak kondusif, pengaruh teman sebaya dan penggunaan media sosial dan sebagainya,” tuturnya, Rabu (18/9/2024).

Selain itu, salah satu faktor yang tidak kalah penting ialah hampir semua SD di Kota Ternate tidak menempatkan posisi guru BK (bimbingan dan konseling) atau konselor sekolah berkolaborasi dengan guru kelas untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah pribadi mereka, termasuk masalah perundungan. Padahal ini adalah kebijakan yang harus dijalankan oleh Dinas Pendidikan Kota Ternate (lihat Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014).

“Saya menilai, Dinas Pendidikan Kota Ternate selama ini terlalu sibuk dengan pembahasan anggaran sehingga lupa dengan kebijakan seperti ini. Seharusnya Dinas Pendidikan dapat menyediakan guru BK atau konselor sekolah di masing-masing SD. Jika guru BK tidak ada, maka Dinas Pendidikan dapat menyediakan satu konselor kunjung di UPTD untuk saling membantu dan bahu-membahu dengan guru kelas serta guru mata pelajaran dalam mengatasi perilaku mengganggu siswa, termasuk perilaku bullying di SD,” tegas pengajar di PGSD ISDIK Kie Raha Maluku Utara ini.

Menurut Hasrul, apabila masalah perundungan tidak segera diatasi maka akan berdampak negatif bagi korban seperti yang terjadi di salah satu SD tersebut. Selain itu, dampak perundungan juga tidak hanya terjadi pada korban saja, tetapi juga berdampak secara psikologis pada pelaku.