Abujais bilang, ini yang menjadi latar belakang kelurga sehingga mendatangi Mapolres meminta keadilan.
“Pak Kapolres, terakhir almarhum di rumah sakit Morotai menyampikan, jika Allah memberikan satu kesempatan, pesan almarhum dia akan tuntut pe dorang. Itu ungkapan terakhir almarhum,” ujarnya.
Setelah jenazah almarhum diantar ke Tobelo, sambungnya, Polres Halut melimpahkan laporan polisi pada 20 Mei 2024 ke Polres Morotai.
“Kemudian di tempat kejadian perkara (TKP) pada tanggal 17 Mei 2024 di desa Gotalamo langkah awal penanganan Polres Morotai keluarga ucapan terima kasih karena memasang garis polisi,” ucap Abujais.
Namun dalam perjalanan penanganan kasus ini pihak keluarga merasa kecewa sebab tak lama kemudian garis polisi tersebut dibuka kembali.
“Padahal torang berkeinginan masalah ini Polres harus ungkap, tapi mengecewakan karena garis polisi ngoni buka, serpihan kaca ngoni kase bersih, kaca oto yang kemudian rusak pecah,” cetusnya.
“Bukannya kami pihak keluarga tidak terima atas kematian R. Tapi kematian sangat janggal karena luka irisan yang rapi dan ada memar di punggung belakang korban, jadi kami minta kasus ini benar-benar Kapolres ungkap dengan serius,” tukas Abujais.
Senada, Iswan, keluarga korban lain, meminta ketegasan dan keseriusan kepolisian Morotai. Menurutnya, penanganan kasus yang berkembang sangat bertentangan dengan investigasi keluarga.
“Karena yang kami dapatkan luka irisan yang sangat rapi. Ada luka memar di bahu almarhum jadi kami duga kontak fisik dan ada dugaan penganiayaan. Jadi Polres harus tahu meninggal dunia almarhum itu dugaan penganiayaan karena banyak yang janggal,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan