“Di dunia digital kita juga mengenal etiket berinternet atau yang lebih dikenal dengan Netiket (Network Etiquette) yaitu tata krama dalam menggunakan Internet. Hal ini dipandang penting karena meskipun kita semua berada di dunia digital namun tetaplah berlaku aturan seperti halnya berada dalam kehidupan nyata sehingga kita juga dituntut untuk waspada kepada konten negatif yang tentu menyasar para pengguna internet, termasuk di Indonesia,” ujarnya.
“Konten negatif atau konten ilegal di dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian pengguna,” imbuh Damis.
Damis juga memberikan tips penting agar selalu bijak dalam bermedia sosial.
“Pertama, hati-hati menyebarkan informasi pribadi ke publik. Kedua, gunakan etika saat berinteraksi dengan siapapun di media sosial. Ketiga, hati-hati terhadap akun yang tidak dikenal. Keempat, pastikan unggahan di akun media sosial tidak mengandung SARA. Kelima, manfaatkan media sosial untuk membangun jejaring atau relasi,” tandasnya.
Hal yang tak jauh berbeda diungkapkan Sasmita Abdurrahman., S.Ikom., M.Si. Ia bilang, untuk menjadi netizen yang bijak, ada beberapa etika digital yang perlu diperhatikan dalam bermedia sosial, yaitu:
- Privasi (Data pribadi dan data orang lain tidak boleh dijadikan konten tanpa izin)
- Berpikir Kritis (Berpikir kritis sebelum membagikan konten, mempertimbangkan dampaknya)
- Menghargai Karya (Menghargai karya dan ide orang lain dengan memberikan sumber yang valid dan apresiasi yang sesuai)
- Gaya Bahasa (Menggunakan bahasa yang sopan dan santun dalam bermedia sosial)
- Akun Palsu (Tidak menggunakan akun palsu/fake account untuk menyebarkan informasi yang tidak benar).
Sementara itu, Iis Hamsir Ayub Wahab menekankan pentingnya budaya dalam bermedia digital. Menurutnya, jati diri kita dalam ruang budaya digital sesungguhnya tak berbeda dengan budaya nondigital. Digitalisasi budaya memungkinkan kita mendokumentasikan kekayaan budaya dan pada saat yang bersamaan digitalisasi budaya dapat menjadi peluang untuk mewujudkan kreativitas terlebih kita saat ini tengah berada di era transformasi digital sehingga kita mesti mengisi dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak kita bertumbuh kembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa, hadir bermartabat di tengah pergaulan dunia global,” pungkas Hamsir.
Kegiatan talkshow ini sangat bermanfaat bagi upaya memajukan masyarakat Indonesia, khususnya para netizen, untuk menjadi makin cakap digital melalui berbagai rangkaian kegiatan yang dilaksanakan. Banyak pesan-pesan moral dan pengetahuan yang sangat diperlukan di saat ini.
Tinggalkan Balasan