“Kesepakatan secara lisan itu (biaya sewa) Rp 5 juta per bulan. Sekitar 6 bulan berjalan dan 2 bulan terakhir mengalami kerugian. Katanya ABK, minyak yang diangkut itu banyak yang tumpah, jadi dipotong untuk tarif sewa,” akunya.

Setelah itu, sambung Pijar, dirinya sudah berada di Kota Ternate untuk mengikuti seleksi Sekolah Inspektur Polisi (SIP). Ia langsung meminta kapal dikembalikan ke kades, hanya saja kades berada di desa yang tidak ada jangkauan jaringan.

“Saya tidak tahu, kalau Kades Tuakara sudah ketemu dengan pihak ketiga untuk sewakan. Jadi kapal Tuakara terbakar dan tenggelam sudah bukan di pihak kedua, melainkan kapal Tuakara terbakar di pihak ketiga. Pada saat kapal Tuakara terbakar, saya sudah melaksanakan pendidikan SIP. Dan anehnya ketika kapal terbakar mereka tidak ajukan gugatan, nanti setelah pendidikan mau penempatan baru digugat dan setiap Wanjak di Polda (rolling jabatan perwira Polda, red) berita kapal Tuakara dimunculkan,” ucapnya.

Permasalahan ini, kata Pijar, sudah diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate. Gugatan itu dimenangkan Pijar karena dianggap tidak bersalah.

Namun kades melalui tim kuasa hukumnya kembali mengajukan gugatan ke PN Tobelo, di mana pokok gugatannya dengan orang yang sama dan objek yang sama.

“Putusan di PN Ternate saya menang di sana, sekarang saya penempatan di sini mereka gugat saya juga di sini. Dan Sidang gugatan di PN Tobelo sementara berjalan dan tinggal menunggu keputusan dari PN Tobelo,” bebernya

“Saya juga akan menempuh jalur hukum, melaporkan Kades Tuakara atas dugaan pencemaran nama baik dan dugaan korupsi,” tandas Pijar.