Oleh: Dr. Hasrul Buamona,S.H.,M.H

Advokat, Pakar Hukum Kesehatan Universitas Widya Mataram Yogyakarta dan Founder Law Firm Shahifah Buamona

_______
SETELAH euforia pemilihan umum selesai, maka hal terpenting adalah kebijakan strategis pelayanan kesehatan apa yang akan dibangun oleh Prabowo-Gibran dan bagaimana membangun kebijakan strategis pelayanan kesehatan, baik dalam konteks kedaulatan kesehatan dalam negeri dan juga kebijakan kesehatan secara global. Dalam debat capres dan cawapres kemarin, topik pelayanan kesehatan terasa belum dibahas secara komprehensif, maka setelah ini sangat penting kajian serius dan mendalam terkait kebijakan strategis pelayanan kesehatan Indonesia 5 tahun ke depan.

Sebagai anak bangsa, penulis terpanggil untuk menyampaikan ide-ide kritis yang konstruktif terkait kebijakan strategis pelayanan kesehatan dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Lahirnya UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan Omnibus Law) memberikan dampak positif bagi perkembangan pelayanan kesehatan, dikarenakan terwujudnya integratif-interkonektif antarsetiap sumber daya manusia baik itu tenaga kesehatan dan tenaga medis, dengan institusi rumah sakit baik itu publik dan privat, sebagai salah satu instrumen yang menghilangkan budaya feodalisme dalam pelayanan kesehatan.

Legal ground industrialisasi perumahsakitan dimulai pertama kali oleh Pasal 21 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang mana membuka peluang berdirinya rumah sakit privat berbentuk Perseroan Terbatas. Kehadiran UU Kesehatan omnibus law, merupakan kebijakan global dalam bingkai ‘One Health’ di mana kesehatan di Indonesia menjadi terpadu dengan kebijakan kesehatan secara global, baik itu kebijakan kesehatan terhadap orang, hewan, tumbuhan dan lingkungan. Perlu untuk kembali melihat apa yang telah dilakukan oleh para menteri kesehatan negara G20, termasuk Menteri Kesehatan Indonesia, juga menjadi anggota yang telah menetapkan “One Health Resilience” sebagai salah satu dari empat prioritas yaitu bersama dengan pemulihan yang sehat dan berkesinambungan (healthy and sustainable recovery), respon yang kolaboratif dan terkoordinasi serta ketersediaan akses untuk vaksin, terapi dan diagnosis.

Apabila berbicara industrialisasi perumahsakitan, maka salah satu tolok ukurnya adalah perkembangan industri farmasi, secara khusus semenjak Covid-19, di mana begitu tumbuh subur dan telah mengubah wajah pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi profit oriented. Industri farmasi, termasuk industri manafaktur non migas penyumbang keempat bagi perekonomian negara dengan kontribusi sebesar 0,17% (BPS,2021). Indonesia masih mengimpor bahan baku obat berasal dari Tiongkok 60%, India 30% dan negara-negara daratan Eropa 10% (Martawardaya, 2020).

Dari wajah kebijakan industri kefarmasian Indonesia yang masih bergantung pada negara lain dan swasta asing. Dari sini, membuktikan negara Indonesia belum benar-benar berdaulat dalam konteks pelayanan kesehatan. Kondisi demikian semakin diperparah dengan kebijakan yang secara implisit memasukan ‘one health’ dalam UU Kesehatan Omnibus Law, sehingga membuat pemerintah Prabowo Subianto ke depan berpeluang didikte oleh negara yang maju dalam industri kesehatan secara khusus kefarmasian, yang seringkali bertopeng WHO untuk mencari keuntungan bisnis, sekaligus mematikan industri kefarmasian serta mematikan obat-obat tradisional Indonesia. Maka Presiden Prabowo Subianto ke depannya, harus secara tegas dan bijaksana serta tidak secara mudah mengikuti kebijakan global one health, yang tidak sesuai dengan konstitusi (Pembukaan UUD 1945, Pasal 28H UUD 1945,dan Pasal 34 ayat (3) UUD 1945), artinya kebijakan one health harus mengikuti kedaulatan kebijakan pelayanan kesehatan Indonesia, sehingga Indonesia tidak menjadi ladang bisnis kesehatan global.

Kelemahan UU Kesehatan Omnibus Law, di mana tidak terdapatnya pengaturan mengenai peradilan profesi medis di bawah Mahkamah Agung. Padahal dengan konsep omnibus law, seharusnya peradilan profesi medis patut diatur dalam UU Kesehatan omnibus law, dikarenakan profesi medis baik itu tenaga kesehatan dan tenaga medis beserta komponen rumah sakit telah masuk dalam dimensi industrialisasi perumahsakitan. Menurut penulis, peradilan profesi medis merupakan kebijakan paling strategis yang harus didahulukan oleh Presiden Prabowo Subianto, karena ke depannya berpotensi terdapat kompleksitas permasalahan hukum tidak hanya melibatkan pasien dengan rumah sakit atau dengan tenaga medis, tetapi berpotensi permasalahan hukum antar sesama profesi medis dan profesi medis dengan rumah sakit baik publik dan privat.