Semestinya, kata Ahmad, dengan dasar putusan pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, proses sidang kode etik di Propam Polda Malut sudah terlaksana. Namun faktanya tidak demikian.

“Atau dengan kata lain sampai dengan saat ini proses sidang etik tersebut belum terlaksana, bahkan pelapor/pengadu pun belum dipanggil untuk dimintai keterangan,” paparnya.

Proses penanganan pelanggaran kode etik semacam ini sangat berpengaruh pada nama baik institusi Polri secara kelembagaan, khususnya Polda Maluku Utara.

“Kami tidak ingin jika Polda Malut diasumsikan oleh publik sebagai pelindung bagi pelanggar-pelanggar etik,” ungkapnya.

Apabila Propam Polda Malut tidak segera melakukan sidang kode etik, maka asumsi seperti itu pula akan menjadi fakta yang tak terbantahkan untuk disematkan kepada Polda Malut. Untuk meminimalisir tidak terjadinya perubahan asumsi menjadi fakta negatif, Propam sudah harus menggelar sidang etik.

“Setiap anggota Polri termasuk di dalamnya Propam Polda Malut dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan dan penyalahgunaan wewenang. Setiap anggota kepolisian dituntut untuk sebisa mungkin mewujudkan komintmen moralnya secara kongkrit dalam penanganan perkara, termasuk dalam hal ini adalah penanganan pelanggaran kode etik yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan kenegaraan,” jabarnya.

Baginya, tidak ada pilihan lain selain oknum polisi tersebut disidang etik atas laporan dimaksud. Jika terbukti, maka berikan sanksi etik yang seadil-adilnya sebagaimana ketentuan perundang-undangan terkait.

“Mengenai dasar hukum proses penanganan laporan, kualifikasi pelanggaran kode etik dan sanksinya, kami sepenuhnya percayakan pada hasil pemeriksaan Divisi Propam Polda Malut. Dengan segala hormat kami meminta kepada Propam Polda Malut agar segera lakukan sidang etik atas laporan dimaksud, agar laporan tersebut memiliki kepastian hukum baik bagi pelapor/pengadu maupun terlapor/teradu,” tandasnya.