Ketiga, pemilihan langsung berdampak buruk bagi moral masyarakat kecil yang masih rendah pendidikan dan ekonominya. Dengan adanya politik uang dan jual beli suara terjadi, masyarakat digoda dengan suap untuk mencoblos suara. Rakyat tidak memilih berdasarkan rasionalitas tapi siapa yang membayar itu yang mereka pilih. Ini sangat tidak sehat bagi pendidikan politik rakyat. Akibat dari pemilihan langsung ini maka politik identitas yang membawa isu-isu agama juga menguat. Rakyat terbelah dan terpolarisasi mengikuti pilihan politik masing-masing dan rawan terjadinya konflik sosial. Imbas dari pilkada langsung yang memakan biaya mahal membuat semakin banyak Kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Konflik horizontal juga lebih sering terjadi dimana-mana dan munculnya buzzer-buzzer yang memproduksi hoaks dan ujaran kebencian yang membuat bangsa akita semakin terbelah.
Keempat, ke depan pemerintah perlu menyederhanakan partai politik cukup menjadi 2 partai saja dan pendanaannya dibiayai penuh oleh negara.
Pada pemilu 1955 jumlah parpol yang memperebutkan kekuasaan mencapai puluhan partai politik. Namun pada era orde baru jumlah parpol kemudian dibatasi hanya 3 partai politik saja yaitu Golkar, PDI dan PPP. Tapi sejak kita melakukan reformasi kita justru kembali mundur ke belakang dengan membolehkan kembali banyaknya partai politik berdiri.
Antropolog Amerika Clifford Geertz pernah memperingatkan agar Indonesia yang sangat beragam suku dan budayanya serta sangat religius, hendaknya tidak memilih menjalankan demokrasi liberal, karena banyaknya partai politik yang memperebutkan kekuasaan justru akan menghancurkan negara. Sinyalemen ini terbukti benar. Saat ini energi bangsa kita lebih banyak terkuras oleh masalah politik dan kekuasaan. Kita lihat banyaknya partai politik dengan dengan ideologi berbeda telah menimbulkan konflik-konflik di daerah, antar sesama kader partai karena perebutan jabatan saling menyerang hingga merusak asset partai sendiri, setiap pilkada selalu berujung sengketa di Mahkamah Konstitusi. Banyak kader partai ditangkap KPK karena korupsi, mereka terpaksa melakukan korupsi karena dituntut pendanaan.
Bahwa oleh karena itu sudah saatnya kita melebur partai politik hanya menjadi dua yaitu partai pemerintah dan partai oposisi. Anggaran partai politik sepenuhnya dibiayai oleh negara supaya bisa mandiri dan independen.
Saya percaya ketika partai politik hanya dua dan sepenuhnya dibiayai oleh negara maka sistem demokratis kita akan lebih baik daripada menggunakan sistem multipartai seperti saat ini yang hanya akan memproduksi politisi-politisi karbitan yang haus uang dan kekuasaan dan hanya akan melahirkan pemimpin yang tidak memiliki karakter dan visi yang kuat karena hanya bermodalkan popularitas.
Penutup
Salah satu penyebab kegagalan sebuah bangsa untuk maju menjadi bangsa yang besar adalah karena gagal dalam memilih pemimpin. Singapura maju karena pernah dipimpin oleh Lee Kuan Yee, Malaysia oleh Dr. Mahatir Muhammad, Kuba oleh Fidel Castro. Nabi Muhammad saw mengatakan kehancuran negara adalah karena salah dalam memilih pemimpin.
Bangsa ini mempunyai semua persyaratan untuk menjadi negara yang jauh lebih maju. Kita masih memiliki kekayaan yang begitu melimpah yang bisa dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, laut kita sangat luas dan belum dimanfaatkan dengan maksimal. Kalau itu dikelola dengan baik dengan arah yang jelas maka bisa mendatangkan kesejahteraan bagi nelayan kita.
Sumber-sumber ekonomi yang menyangkut hajat hidup seperti minyak, tambang, kehutanan, pangan, hendaknya diambil alih oleh negara/daerah melalui BUMN/BUMD. Untuk itu BUMN/BUMD harus diperkuat untuk mengoperasikan seluruh kekayaan nasional/daerah yang dimiliki untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jangan lagi kejadian karena menganggap diri tidak mampu mengelola lantas menyerahkan sumber-sumber yang menyangkut hajat hidup orang banyak tersebut kepada asing atau swasta dan negara hanya memperoleh hasil yang sedikit.
Tujuan negara kita di dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, yang berarti negara harus memberikan jaminan keamanan kepada rakyatnya, minoritas dilindungi, hukum berjalan dengan adil. Mewujudkan kesejahteraan umum di mana pembangunan harus memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, di mana pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, dan ikut serta mewujudkan ketertibaan dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Amanat ini hanya bisa dilaksanakan oleh pemimpin yang kuat dan berkarakter, punya keberanian mengambil tindakan, punya inisiatif dalam pembangunan serta memiliki visi jauh ke depan karena keluasan ilmu dan wawasannya. Tugas partai politik lah yang seharusnya mencari pemimpin seperti itu. Wallahu’alam. (*)
Tinggalkan Balasan