Oleh: Hasby Yusuf
Aktivis Perjuangan Pemekaran Provinsi Maluku Utara 1999
_______
PERJALANAN Provinsi Maluku Utara yang telah berusia 24 tahun masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Slogan Sofifi Rumah Kita hanya pemanis dari kumuhnya tata kelola rumah besar bernama Sofifi.
Sofifi sebagai pusat pemerintahan, belum berjalan sebagaimana layaknya ibu kota. Standar pelayanan publik pemerintah masih jauh dari yang diharapkan. Selain mahal akses rakyat ke Sofifi, Kantor Pemerintahan Sofifi tak lebih dari “rumah kost” di mana pegawai hanya masuk kantor seperlu saja.
Skema kebijakan percepatan pembangunan ibu kota Sofifi hanya seputar wacana dan perubahan nomenklatur tanpa implementasi yang jelas. Janji dan seremonial tersaji melalui pidato dan halaman depan berita. Rapat hanya menghasilkan rapat, lobi menghasilkan lobi dan pertemuan dari Sofifi hingga Jakarta sekadar sinetron politik bahwa mereka sedang bekerja, bukan bahwa mereka betul-betul serius bekerja.
Saya menatap jalan pemerintahan Provinsi Maluku Utara lebih menampilkan wajah kekuasaan ketimbang institusi pelayanan publik. Setiap saat rakyat ditampilkan berita rolling dan mutasi jabatan tanpa tolok ukur yang jelas. Wajah birokrasi jauh dari meritokrasi, di mana sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial.
Aroma feodalistik dan kleptokrasi begitu menyengat dalam mekanisme penempatan jabatan birokrasi. Garis keturunan dan asal-usul tanpa sadar dimasukkan dalam matriks pengambilan keputusan. Bahkan dalam banyak kasus jabatan birokrasi layaknya “lapak dagangan”. Ini semua akan bermuara pada hadirnya kultur “perburuan rente” (rent seeking).
Saya melihat Pak Gubernur lemah karena tak didukung oleh teamwork yang andal dalam mengelola dan menjalankan kebijakan pemerintah. Bahkan faksional tumbuh subur sebagai output dari gagalnya praktik meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan.
Tinggalkan Balasan