“Jangan digiring yang bukan menjadi domain. Kalau ada masyarakat yang direkrut menjadi karyawan di masing-masing perusahaan maka mereka sebatas karyawan, bukan dijadikan alat manajemen untuk saling berhadapan sesama rakyat, apalagi untuk melegitimasi keabsahan legal formal izin,” tukas Sahril.
Politikus asal Loloda ini menuturkan, titik persoalan secara terang bisa ditelusuri maraton guna mengungkap keabsahan izin operasional tambang. Ini kemudian bisa dijadikan sandaran untuk mengatur perusahaan tambang yang berdiri di wilayah Loloda.
“Saling klaim itu tidak perlu, apabila ditelusuri izin prinsipnya. Tinggal lihat izin keluar di saat UU 32/2004 berlaku berarti kabupaten yang mengeluarkan. Jika sandaran ke UU 23/2014 berarti kewenangan ada di provinsi dan jika keluar dengan sandaran UU Cipta Kerja 2020 maka kewenangan beberapa sudah berada di pemerintah pusat. Dan semua sandaran adalah sah sepanjang izinnya masih berlaku, artinya tidak ada istilah tumpah tindih dalam izin,” tandas Sahril.
Tinggalkan Balasan