Meningkatkan Partisipasi Politik Rakyat
Pesta demokrasi Pemilu 2024 akan digelar 205 hari dari saat ini. Namun dinamika politik masih sibuk terkait kulit dan bentuk, bukan tentang isi. Pertengkaran politik tidak menyentuh substansi, masih sekitar mitra koalisi. Dari pertemuan tidak berisi, hingga kegiatan menonton pertandingan voli. Kelompok relawan sibuk deklarasi, atau dampingi bacapres blusukan kesana kemari.
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa era kebangkitan dan keterlibatan relawan secara partisipatif telah berakhir. Relawan saat ini bukan lagi wadah berhimpun rakyat yang digerakkan oleh nilai dan dipandu oleh etis moral. Relawan saat ini tidak lebih dari kumpulan aktivis politik yang identik dengan parpol. Tujuannya ingin terlihat dan terlibat dalam perebutan kekuasaan.
Kedua, bahwa pertengkaran politik Indonesia kosong dan kering dari ide, gagasan, dan program politik karena para aktivis hanya mampu bermimpi atas remah- remah kekuasaan. Para aktivis pun kini pragmatis dan oportunis sehingga hanya mampu menjadi tim sukses dan membentuk wadah relawan. Tidak ada bacapres yang berlatar belakang aktivis, demikian juga dengan kepala daerah. Tidak banyak aktivis yang berani membentuk dan mendirikan parpol, hanya mampu melahirkan wadah relawan. Akibatnya tidak ada aktivis yang menjadi aktor dalam perbutan kekuasaan.
Ketiga, bahwa dinamika politik Indonesia saat ini diiisi oleh elit politik yang hanya berjuang untuk kepentingan kekuasaan diri sendiri dan kelompok politik masing-masing. Pembahasan Kebutuhan dan kepentingan rakyat sama sekali tidak penting. Sehingga partisipasi politik warga akhirnya digerakkan oleh kepentinggan pragmatis dan oportunis dengan pemberian hadiah atau janji, baik berupa uang, sembako, atau bentuk lainnya.
Keempat, bahwa rencana bacapres yang mengusung tema “keberlanjutan dan kesinambungan” atau “perubahan dan perbaikan” sama sekali tidak menarik bagi rakyat. Rakyat membutuhkan “sesuatu yang baru” yang tidak sekedar simetris atau asimetris dengan program Jokowi. Ketergantungan bacapres akan pengaruh Jokowi, baik yang pro maupun yang kontra membuat rakyat tidak bergairah. Rakyat butuh sosok pemimpin yang menjadi diri sendiri, lepas dari pengaruh dan bayang- bayang orang lain.
Tinggalkan Balasan