Oleh: Hudan Irsyadi

Dosen FIB Unkhair & Pegiat SiDeGo

_______

BULAN puasa atau bulan Ramadan bagi kalangan umat Islam merupakan suatu ibadah yang menempati posisi sentral dalam kehidupan keagamaan. Posisinya pun sangat istimewa, yakni menempati urutan keempat dalam jajaran rukun Islam. Oleh karena itu, bulan puasa menjadi salah satu praktik ritual terpenting yang dinanti-nantikan oleh seluruh umat Islam. Cara penyambutannya pun penuh dengan suka cita dan kebahagiaan. Hadirnya bulan puasa ini yang kemudian diekspresikan dengan cara dan tradisi dari masing-masing umat Islam.

Khusus untuk umat Islam di Maluku Utara/Ternate, dalam menyambut datangnya bulan puasa, yakni seminggu sebelum bulan puasa, maka aktivitas bersih-bersih pekarangan rumah, kampung, sampai dgn kuburan (ziarah kubur) telah menjadi semacam habitus. Bahkan masih terdapat ritual tobo safar (mandi Safar) yang dilakukan sebagian umat Islam Maluku Utara/Ternate.

Saat memasuki bulan puasa, nuansa kesalehan pun terpampang dari sebuah representasi sosial. Kita seolah mendadak islami atas cara berpakaian, dan sangat simbolik. Namun disadari, bagi sebagian umat Islam (asli orang Maluku Utara), bahwa menjalankan ibadah puasa di Maluku Utara/Ternate sangatlah terasa ‘ruh’ bulan puasanya. Lain hal jika kita (orang Maluku Utara) melaksanakan ibadah puasa di luar dari Maluku Utara.

Hal tersebut tidak sedang membedakan seseorang/kelompok perantauan, tapi lebih dilihat pada lingkungan sosialnya. Mungkin pembacaan ini terkesan sangat subjektif dan etnosentris, tetapi pengalaman yang dirasakan penulis serta beberapa keluarga penulis yang hidup merantau bertahun-tahun mengatakan demikian.

Bahkan dari mereka telah mencoba menghadirkan nuansa bulan puasa ala di kampung halaman dengan membuat kue ataupun makanan khasnya, tetap saja tidak mendapatkan ‘ruh’ dari ritus bulan puasa ala orang Maluku Utara/Ternate.