Oleh: Igrissa Majid

Founder Indonesia Anti-Corruption Network

________

PERILAKU politikus berkualitas rendah cenderung berupaya meraih dukungan melalui politik uang. Acapkali bukan bersumber dari dana kampanye yang sudah dilaporkan kepada pihak penyelenggara. Namun hasil dari negosiasi langsung dengan para pemodal.

Sebut saja misalnya para korporat yang memiliki kepentingan investasi. Cukup kentara afiliasi ini berlangsung baik dalam pemilu legislatif maupun pada level pilkada. Penyebaran uang tunai digelontorkan pemodal besarannya tidak sesuai mekanisme pendanaan kampanye politik. Tanpa disadari, praktik tersebut sebetulnya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang.

Kasus paling mengemuka seperti yang terjadi baru-baru ini mengenai sumbangan yang tidak tergolong wajar, jumlahnya kisaran Rp 1 triliun. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) aliran dana tersebut diperuntukkan dalam pendanaan partai politik maupun politikus yang bertarung.

Modus Dana Kampanye

Salah satu bentuk pencucian uang yang disinyalir bernilai Rp 1 triliun di atas, adalah bagian dari kejahatan lingkungan Green Financial Crime (GFC) atau kejahatan keuangan lingkungan hidup. Jelas, dugaan aliran dana ini untuk kepentingan pemenangan partai politik baik di pusat maupun daerah, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau samar-samar.