Oleh: Ahmad Yani Abdurrahman

Penulis Staf Pengajar Unkhair Ternate

_______
RUPANYA pasca deklarasi Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden oleh Partai Nasdem serangan bertubi-tubi terhadap ARB terasa seperti arus sungai yang mengalir begitu deras. Apalagi setelah Partai Demokrat dan PKS mengumumkan ARB sebagai calon presiden sehingga menempatkannya sebagai capres pertama yang mengantongi tiket electoral threshold Pilpres 2024.

Lawan politik ARB menjadi frustrasi karena upaya penjegalan masif terhadap ARB menjadi capres gagal, termasuk terakhir mantan Wakil Gubernur DKI dan mantan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.

Alhasil mereka menebarkan ranjau-ranjau fitnah mulai dari perjanjian antara ARB dan Prabowo Subianto dengan menyebut ARB mengkhianati Prabowo.

Dan terakhir gerombolan ini meniupkan isu ARB memiliki utang senilai Rp 50 miliar kepada Sandiaga Uno. Meskipun akhirnya Sandiaga sendiri yang mengklarifikasi soal isu utang dengan menyatakan setelah melalui salat Istikharah dan masukan dari keluarga akhirnya mengikhlaskan utang tersebut dan menyatakan masalah ini selesai.

Paska memiliki tiket electoral treshold, ARB memang sedang menghadapi serangan gerombolan dari segala arah. Saking sibuknya menyerang ARB, mereka lupa membangun konsolidasi menentukan capresnya. Inilah salah satu karakter politisi Indonesia ketika memasuki hajatan Pemilu.

Isu utang Pilkada DKI menjadi bola liar, di jagat media para elite politik terutama pembenci ARB membuat beragam penyataan. Bahkan isu utang diyakini mampu membuat elektabilitas ARB terjun bebas, popularitas merosot ataupun dapat berdampak hukum yang akhirnya bisa menggoyahkan komitmen partai pengusung Koalisi Perubahan menjadi retak. Lantas apa yang terjadi setelah isu utang Pilkada DKI dihembuskan?