“Karena sebagaimana yang kita ketahui, tanda batas yang tidak terpelihara, dapat memicu permasalahan di kemudian hari, ataupun permasalahan itu timbul dikarenakan saling klaim diantara kedua belah pihak, dan di sinilah letak bahwa gerakan ini diperlukan,” ucapnya.
Selain itu, Kantor Pertanahan memiliki kegiatan proyek strategis nasional yang dulunya dikenal dengan nama Prona.
“Sekarang namanya PTSL atau Pendaftaran Tanan Sistematis Lengkap. Di sini juga dibutuhkan di tahap awal adalah penanaman tanda batas. Kami melihat dari beberapa tahun sudah kami laksanakan tanda batas yang akan dipasang oleh masyarakat, namun ketika mau diukur itu tidak pernah terpasang. Kadang telat terpasang, dan ketika tidak terpasang, artinya tidak mungkin diukur oleh petugas. Itulah pentingnya gerakan ini untuk kita suarakan sekaligus ini akan dicatatkan sebagai rekor MURI,” tutur Andrya.
Ia menambahkan, yang paling terpenting setelah dilakukan gerakan ini petugas Kantor Pertanahan akan turun dengan PTSL yaitu kegiatan membuat sertifikat tanah.
“Kami juga izin melaporkan bahwa kami sudah melengkapkan 12 kelurahan dan 12 desa di Kota Tidore Kepulauan selama kurang lebih 3 Tahun. Perlu kami sampaikan juga bahwa gerakan GEMAPATAS ini diinisiasi sebagai catatan MURI dengan tugas kami yaitu menanam 120 buah patok bahkan lebih, jika dihitung seluruh Indonesia nanti pencapaiannya minimal 1 juta patok,” imbuh Andrya.
Kegiatan ini ditutup dengan Gerakan Bersama Pemasangan Tanda Batas secara simbolis oleh Asisten didampingi Kepala Kantor Pertanahan dan perwakilan Forkopimda Kota Tidore yang berlokasi di lapangan Kelurahan Tosa samping kiri Kantor Camat Tidore Timur.
Tinggalkan Balasan