“Secara total, intervensi dari sisi permintaan yang dilakukan oleh Pemda di Maluku Utara
dalam alokasi DTU 2% adalah untuk bansos sebesar Rp 20,99 miliar, penciptaan lapangan kerja sebesar Rp 5,37 miliar, dan perlindungan sosial lainnya sebesar Rp 11,20 miliar. Sementara itu dari sisi penawaran, pemda mengalokasikan Rp 7,58 miliar untuk subsidi transportasi,” urai Achmad.

Menurut DjPb, seharusnya alokasi DTU 2% diarahkan untuk intervensi pengendalian inflasi dari sisi supply demi menjaga stabilitas harga pangan dan sembako. Inflasi Akhir Tahun pasca kenaikan harga BBM berpotensi >6,12% (proyeksi nasional 6,7%).

“Kebijakan pemerintah daerah lebih menitikberatkan pada sisi permintaan karena dianggap lebih efektif (tepat sasaran) untuk meringankan beban masyarakat melalui peningkatan daya beli masyarakat terutama masyarakat kelompok miskin,” jelas Achmad.

Terdapat beberapa rekomendasi yang diberikan Kanwil DJPb Maluku Utara guna mendukung pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang tinggi dan sustainable, di antaranya untuk terus mendorong realisasi belanja K/L dengan berfokus pada K/L dengan pagu terbesar, melakukan monitoring dan evaluasi atas capaian realisasi pendapatan dengan koordinasi yang
intensif antara BPKAD/Dinas Pendapatan Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, serta percepatan realisasi belanja dan percepatan penyelesaian proyek DAK Fisik.

“APBN dan APBD tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi selama masa pandemi Covid-19 dan sebagai peredam dari gejolak risiko global. Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah mengalihkan sebagian dari subsidi BBM untuk diarahkan ke subsidi yang tepat sasaran dengan memberikan bantuan sosial tambahan ke masyarakat miskin,” tandasnya.