Melalui pria inilah saya mengetahui nama “Salaijin” dan sedikit tentang latar belakang pelaksanaannya. Katanya, ritual ini dilakukan empat tahun sekali, sebagai bagian pengobatan tradisional masyarakat setempat (Maluku Utara). Oia sebagai laki-laki yang tidak sangar, saya terlebih dahulu memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan dan berjabat dengannya.
Obrolan kami sebenarnya sangat singkat, sebab alunan musik pengiring ritual tidak terlalu memungkinkan untuk bertanya terlalu banyak. Hal yang reflektif selanjutnya saya tanyakan adalah persoalan boleh dan tidaknya mendokumentasikan prosesi ritual.
Ia hanya sedikit merespon dengan anggukan, lalu mempersilahkan dengan isyarat tangannya. Tidak ada tambahan kata-kata sedikitpun. Ia tidak sadar, selain tidak menyebutkan namanya saat berjabat, isyaratnya itu semakin membuat dirinya semakin terkesan menakutkan. Entahlah, mungkin ia ingin fokus dan tidak mau bicara banyak atau mungkin bisa jadi sedang mengalami masalah. Astagfirullaah… istigfar dulu, ini nulis pengalaman sambil gibah kayaknya.
Setelah perbincangan singkat itu saya berinisiatif menuju ke tempat ritual Salaijin dilakukan, melewati portal penutup ruas jalan (terbuat dari bambu), dan berusaha memantau sekeliling.
Berdasarkan pemantauan awal, terlihat pusat prosesi ritual bertempat di halaman rumah salah satu warga yang menghadap ke jalan raya. Saya yang sudah berjarak sekitar 5 meter dari tempat itu menyaksikan beberapa orang sedang melakukan tarian tradisional. Mereka terdiri dari 3 pria dan 8 perempuan dengan jenjang usia yang bervariasi. Rupanya alunan musik dan lagu tradisional yang terdengar tadi adalah pengiring tarian tersebut.
Di sisi lain jalan, terlihat ada kepulan asap yang saya duga adalah bagian dari ritual. Namun, meskipun ada objek lain yang sempat menarik perhatian, saya tetap melangkahkan kaki ke lokasi para penari. Bukan bermaksud mengabaikan, tetapi ini faktor kekhususan dan hal apa yang harus didahulukan saja. Dalam hal ini, tarian yang sedang berlangsung terlihat menjadi pusat dan inti ritus. Salah satu indikator pentingnya adalah hampir seluruh pasang mata tertuju pada penari dan iring-iringannya. Untuk itu, saya kemudian memutuskan berdiri tepat di ruas jalan yang menghadap ke pusat ritual, berjarak hanya sekitar 2 meter dari para penari.
Tinggalkan Balasan