OlehDr. Amin Bendar, S.H.,M.Hum

Dosen Ilmu Hukum Pascasarjana IAIN Ternate

Wakil Ketua Keluarga Gadjah Mada (KAGAMA) Bidang Hukum Provinsi Maluku Utara

______

TERMINOLOGI hukum “Barbara” merupakan suatu istilah dalam kamus sosiologi hukum, dan ini diperkenalkan di Indonesia oleh pakar/Guru Besar Sosiologi Hukum Soetandyo Wignjosoebroto. Istilah ini merupakan lawan dari hukum yang beradab, baik di unwritten law system or written law system yang dianut dalam sistem hukum Anglo Saxis, Eropa Kontinental, Islamic Law maupun Adat Recht or Traditional Law.

Hukum “Barbara” ini tidak membutuhkan logika berpikir manusia yang cerdas dan beradab melainkan putusan terhadap semua perbuatan hukum berdasarkan kekuatan otot untuk bertarung, baik secara individual dan/atau kelompok.

Sistem hukum “Barbara” itu menjalar di Amerika-Eropa pada abad-abad awal. Diungkap sejarah (historie or historis) bahwa ketika migrasinya manusia masuk di dua benua ini belum ada peradaban, maka penyelesaian sengketa berkaitan dengan penguasaan wilayah, sengketa perdata, dan sengketa pidana antar individu atau kelompok tidak melalui negosiasi atau nilai-nilai yang melekat pada manusia, melainkan diputuskan melalui perang, artinya menang-kalah ditentukan oleh putusan otot. Itulah sekelumit sejarah buram hukum umat manusia di masa lalu, yang kemudian retaslah istilah manusia adalah serigala bagi manusia yang lain (homo homini lupus).

Sekalipun masa peradaban berganti dan kini mengantarkan manusia pada peradaban yang tinggi, bahkan umat manusia sekarang berada pada masa four point zero dan tinggal melangkah setapak lagi menuju ke five point zero, tetapi sebagian manusia masih tetap berpegang teguh dengan hukum “Barbara” karena belum memahami akan dinamika zaman dengan cepat ini sehingga masih memelihara/memegang dengan teguh peradaban rendah itu dalam dirinya.

Mereka yang masuk kategori itu adalah masyarakat yang masih menetap di hutan-hutan belantara dengan sistem hidup secara nomaden. Sekalipun demikian tetapi dalam implenentasi hukum positif yang dibangun negara ditetapkan berdasarkan asas ignoratio iuris yaitu tidak ada seorangpun dapat menolak suatu hukum yang ius constititum dengan argumentasi belum mengetahuinya. Artinya titik sentrumnya bukan masalah belum mengetahuinya, tetapi jika peraturan hukum itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap, maka hukum itu tetap menjeratnya dan/atau diterapkan kepada semua warga negara tanpa kecuali.