Oleh: Tamin Hi. Ilan Abanun

Dosen Sospol UMMU

______

WARING Rang To Hodu Boke To Dodoho Ua (saya lebih baik mati daripada menyerahkan diri pada iblis laknat) adalah sepenggal kalimat pertanda perang Jailolo dimulai, tanpa sedikitpun rasa takut yang tergambar di wajah pejuang pemberani Banau dan rakyat Jailolo kala itu.

Kalimat yang membahana, yang keluar dari mulut seorang pejuang yang gagah perkasa, dengan tujuan tidak lain adalah untuk memberikan semangat kepada pasukannya bahwa perjuangan untuk membebaskan rakyat Jailolo dari kezaliman bangsa penjajah adalah wajib hukumnya.

Tidak ada kepentingan lain yang lebih besar kecuali kemerdekaan rakyat Jailolo dari blasting. Oleh karena itu kemerdekaan harus direbut dan penghentian penagihan pajak secara paksa atau blasting dari bangsa penjajah Belanda adalah tekad dari pahlawanku Banau yang gagah perkasa adalah harga mati, tidak bisa ditawar-tawar lagi, walaupun pada akhirnya darah Banau harus mengalir di atas tiang gantungan.

22 September 1914, sebuah peristiwa heroik terjadi di tanah Jailolo. Dia Banau, seperti halnya pejuang-pejuang kemerdekaan lainnya, dengan semangat yang berkobar, bersama rakyat Jailolo menyerbu pos kediaman kontroler Belanda yang dipimpin oleh Agrebeek. Mereka marah dan murka karena Belanda tidak toleran dalam penagihan pajak.

Awalnya penagihan pajak yang secara paksa ini diprotes oleh Banau dan rakyat Jailolo, tetapi dihalau oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Agrebeek, sehingga pada tanggal 22 September 1914 terjadilah perang terbuka antara rakyat Jailolo dengan pasukan kompeni Belanda. Banau dan pasukannya dengan gagah perkasa melawan pasukan Belanda dengan persenjataan lengkap.