Tandaseru — Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Sula dan Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara, terancam tidak lagi memiliki lahan untuk areal perkebunan.

Pulau Mangoli yang merupakan bagian dari Kepulauan Sula sudah dipenuhi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Berdasarkan peta Minerba on Map Indonesia (MoMI) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Pulau Mangoli sudah masuk lingkaran merah areal pertambangan dan yang tersisa hanyalah pesisir pantai yang tidak termasuk dalam wilayah areal pertambangan.

“Tadi kita lakukan rapat evaluasi bersama Dinas ESDM, kemudian kita lihat data yang ada di MoMI, hampir semua lahan di Pulau Mangoli sudah masuk areal pertambangan,” ujar Ketua Komisi III DPRD Malut Zulkifli Hi. Umar, Rabu (16/3).

Zulkifli bilang, selain Pulau Mangoli, ada juga Kabupaten Pulau Taliabu yang luas wilayah sebagian besar masuk dalam zona pertambangan. Di dua daerah ini terdapat sekitar 90 IUP, dan sesuai data yang didapat dari MoMI ESDM, hampir seluruh hutan dipenuhi lokasi pertambangan sehingga dalam peta tersebut yang terlihat hanya pesisir pantai yang tidak masuk areal pertambangan.

“Berdasarkan aturan kehutanan, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) hanya 10 persen, sehingga perusahaan hanya bisa memiliki IUP 1.400 hektare. Tapi yang terjadi saat itu IUP yang dikeluarkan oleh kepala daerah melebihi aturan IPPKH Kehutanan 10 persen, sehingga yang terjadi ada salah satu perusahaan di pulau mangoli memiliki areal pertambangan mencapai 24 ribu hektare,” bebernya.

Saat rapat bersama Dinas ESDM, kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Komisi III meminta Dinas ESDM melakukan evaluasi kembali IUP yang ada di Mangoli dan Taliabu. Jika mengacu pada IPPKH Kehutanan lalu IUP yang diterbitkan melebih 10 persen dari IPPKH, maka bisa mengarah ke pencabutan IUP.

“Jika melebihi 10 persen dari IPPKH maka direkomendasikan ke Pemerintah Pusat (Pempus) untuk dilakukan pencabutan IUP di Mangoli dan Taliabu,” tegasnya.

“Sesuai laporan dari ESDM sudah ada tiga IUP yang dicabut di tahun 2021, tapi itu baru di Halsel, Halteng dan Haltim. Tapi untuk di Pulau Mangoli dan Taliabu belum, sehingga kami meminta ESDM untuk melihat kembali IUP khusus dua daerah ini,” katanya.

Zulkifli menambahkan, di Malut hampir semua daerah ditutupi areal pertambangan. Selain Mangoli dan Taliabu, di Pulau Gebe Halmahera Tengah juga ada sekitar 7 perusahaan yang memiliki IUP. Bahkan, data dari Dinas Kehutanan, belum mengeluarkan IPPKH sebagai syarat kepada perusahaan melakukan produksi, karena ada sebagian perusahaan memiliki IUP melebihi IPPKH 10 persen.

“Jadi selain Pulau Mangoli dan Taliabu, di Halteng juga banyak lahan yang ditutupi areal pertambangan, karena IUP yang dimiliki tidak sesuai IPPKH,” cetusnya.

Zulkifli menegaskan, untuk Pulau Mangoli dan Taliabu, komisi III akan melakukan identifikasi IUP yang telah dikeluarkan pemda Kepsul, karena IUP yang telah dikeluarkan itu saat ini masih aktif. Padahal setelah pelimpahan kewenangan IUP di provinsi semua perusahaan di Taliabu, Mangoli dan Gebe telah diperbaharui, bahkan ada perusahaan bergabung jadi satu tapi lokasi IUP-nya tidak berubah.

“Makanya akan dicek kembali IPPKH. Kita akan identifikasi semua IUP, jika tidak sesuai IPPKH 10 persen maka kita ajukan ke Dinas ESDM untuk mengusulkan ke Pempus untuk dilakukan pencabutan IUP,” tandasnya.