Tandaseru — Rancangan Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, hingga kini belum juga dituntaskan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dan DPRD saling ‘lempar bola’ terkait langkah pembahasan selanjutnya.
Sekretaris Disparbud Haltim, Bachtiar Abubakar, mengungkapkan awal Desember 2021 lalu telah dilakukan perubahan RIPPDA sesuai permintaan Komisi III DPRD. Sebelumnya pun sudah dilakukan sinkronisasi dengan Bappeda.
“Intinya semua perubahan yang diminta sudah dilakukan, dan telah dimasukkan pada akhir tahun kemarin, sehingga saat ini menunggu langkah selanjutnya dari Komisi III. Jadi menunggu pengesahan saja,” ungkap Bachtiar.
Pernyataan Bachtiar ini dibantah Ketua Komisi III, Ashadi Tajudin. Menurut Ashadi, Disparbud harus memahami dulu tahapan revisi RIPPDA.
“Soal revisi yang disampaikan, kami juga masih bingung apa yang mau direvisi. Karena belum duduk bersama soal revisi. Semenatara ada banyak pasal maupun ayat-ayat di dalam naskah akademik RIPPDA itu yang sudah tidak kontekstual dengan kondisi saat ini,” terangnya, Selasa (18/1).
Kendala terbesar RIPPDA saat ini, sambung Ashadi, adalah perubahan tata ruang yang nantinya akan dilaksanakan pemerintah daerah.
“Sehingga itu kiranya ini juga harus menjadi pertimbangan karena acuan utama RIPPDA adalah soal tata ruang. Jadi harus selesaikan dulu persoalan tata ruang baru masuk pada pembahasan RIPPDA agar tidak ada lagi perubahan,” ujar politikus Partai Hanura ini.
“Memang sudah ada rapat, namun ditunda lagi karena sinkronisasi itu hanya rapat biasa. Acuan kita pada RTRW, sementara RTRW tahun ini baru ada perubahan, jadi tunggu perubahan RTRW dulu supaya bisa tahu koordinat mana yang masuk dan tidak masuk. Jadi teman-teman di dinas juga jangan hanya melempar bola liar ke Komisi III, harus dipahami juga teman-teman di dinas,” imbuh Ashadi.
Ia menambahkan, belum lagi perubahan pasal maupun ayat-ayat pada naskah akademi, apakah sudah dilakukan perubahan atau belum. Pasalnya spot-spot wisata yang ada juga masih seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Akhirnya kami bingung. Maksud kami, selesaikan dulu di pemerintah baru masuk ke DPRD, sehingga tidak ada lagi perdebatan yang panjang. Karena alur dari sebuah perda itu pemerintah punya versi sendiri, sementara DPRD pun demikian. Dari situ baru samakan persepsi soal versi-versi ini. Dan ini pun belum pernah dilakukan,” tandas Ashadi.
Tinggalkan Balasan