Cheviano bilang, Jalur Rempah ini konsep awalnya adalah pelayaran menggunakan Kapal Dewa Ruci. Namun karena persoalan corona, kapal tersebut tidak bisa berlabuh di masing-masing provinsi.
“Penyebabnya mungkin karena corona yang terlalu berkepanjangan maka semua konsep format kegiatan semua diubah dengan menggunakan via daring yaitu pembuatan film Jalur Rempah dan workshop,” terangnya.
“Jadi sebagaimana yang disampaikan oleh Kemendikbud yang diwakili oleh Restu Gunawan bahwa kegiatan ini akan berkesinambungan hingga 4 tahun ke depan pada 2024. Jadi kegiatan ini diharapkan terus berjalan,” sambung Cheviano.
Ia menambahkan, ke depan di tahun ke 4 semua simpul yang mengagendakan Jalur Rempah sudah bisa mandiri dengan dibentuk semangat ekonomi budaya. Artinya, dari semua produk budaya tersebut yang berbasis rempah, mulai dari kuliner, parfum, ataupun aromaterapi bisa meningkatkan nilai jual dari Jalur Rempah itu sendiri.
“Jadi cengkih dan pala itu bukan hanya dijual mentah saja akan tetapi bisa diedukasikan,” lanjutnya.
Cheviano berharap, dari tiga simpul yakni Ternate, Tidore, dan Jailolo harus tetap solid. Jangan saling mendominasi satu dan yang lain.
“Ini adalah momen kolaborasi, jadi diharapkan ada penyamarataan sehingga transfer ilmu antarkomunitas atau juga pemerintah dan komunitas bisa bersinergi. Intinya bagaimana kita bisa bersinergi untuk memahami kerja-kerja kebudayaan. Jadi momen Jalur Rempah ini bagian dari bagaimana kita bisa memperkenalkan Maluku Utara di mata dunia,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan