Menurut Ketua Bapemperda ini, Kadis PUPR sangat tidak menghormati lembaga DPRD. Semestinya jika ada hal-hal yang terasa janggal dalam proyek tersebut harus dikomunikasikan dengan DPRD, jangan secara sepihak membatalkan rekomendasi DPRD.

“Sebab rekomendasi DPRD itu punya legalitas hukum yang jelas yaitu dirumuskan dan dibentuk pada RDP pertama antara DPRD dan pihak pemda,” tegasnya.

“Semoga ke depan tindakan saling meremehkan dan melemahkan seperti ini tidak terjadi lagi. Karena pemda itu bukan lawan DPRD, tapi mitra. Lagipula pemda periode ini konsep membangunnya mengusung tema DIAHI, jadi harus DIAHI semuanya dengan tidak mengabaikan semangat berotonomi,” ucap Tamin.

Sementara Anggota DPRD Fraksi PDIP Sofyan Kasim juga mempertanyakan mengapa pada  panyampaian tanggapan pertanggungjawaban kepala daerah tidak dibacakan rekomendasinya.

“Apa alasan pimpinan bahwa nanti kita menyurat ke pihak PU tetapi Dinas PU tidak mengindahkan hal itu?” ujarnya.

“Dalam rapat kemarin itu kita dihadapkan dua rekomendasi. Kata Kadis PU, beliau bingung apakah dengar DPRD atau dengar PU. Ini yang membuat DPRD merasa kita tidak pernah dihitung,” sambung Sofyan.

Sofyan bilang, persoalan ini adalah hajatan pemerintah daerah menyangkut dengan jalan, karena itu harus dikawal.

“Kan proses yang terjadi pelelangan sudah dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentukan ULP dan penandatanganan kontrak pun pada tanggal 3 Maret. Dan itupun sudah ada pencairan uang muka,” cetusnya.

Ia menambahkan, yang harus dilihat asas manfaat terhadap Halmahera Barat, tetapi lagi-lagi izin dibatalkan sehingga pekerjaan tidak lagi dilanjutkan dan secara sepihak dilakukan putusan kontrak oleh PUPR dan ULP.

“Dalam rapat kemarin mereka berjanji mereka tidak punya kepentingan, tetapi terlihat jelas (sebaliknya). Sesunggunya sangat jauh range waktunya mulai dari tanggal 3 Maret sampai ke 17 Agustus itu sangat jauh. Jadi jelas ini adalah satu kepentingan yang seharusnya di bulan ini masyarakat Desa Guaeria sudah menikmati jalan tetapi karena dengan permasalahan ini sehingga mereka belum menikmati jalan,” paparnya.

Lucunya lagi, sambungnya, dua pimpinan OPD yang terlibat dalam polemik ini, yakni Kepala Dinas PUPR dan Kepala ULP, adalah “transferan” dari Pemda Pulau Morotai.

“Yang datang mengacaukan pembangunan Halmahera Barat. Ini menjadi harapan penting sehingga ke depan kedua lembaga ini tetap akur,” tandas Sofyan.