Dalam perjalanan itu ada yang unik. Di bawah derasnya hujan, kami bertiga terpaksa mengambil daun pisang dengan cara menggigit batang pisang hingga putus, lalu mengambil daunnya untuk dipergunakan sebagai pengganti payung agar tidak basah.
Kondisi sangat ekstrem dan jalan begitu licin. Tetapi tak membuat kami patah semangat. Beberapa jam kemudian, hujan pun reda. Tak menunggu lama, saya, Rustam dan Imran langsung beristirahat. Dengan suasana yang dingin, terlihat tugu beton bertulis HMI periode 2016-2017 di bawah kepemimpinan Ketua HMI Cabang Tidore, Samaun S. Toduho.
Setelah melewati jalan panjang. Saya, Rustam, dan Imran tiba di kampung Talaga sekitar pukul 16.15 WIT.
Kami pun menghampiri seorang ibu di kampung.
“Sebentar boleh nginap di rumah ibu?” tanya saya.
“Kalau begitu masuk saja,” jawabnya mempersilakan.
Rumah yang kami singgahi adalah milik pak Mus. Ia tinggal bersama istri dan dua orang anaknya. Rumah tersebut memiliki dua kamar. Satu kamar dipakai keluaraga Pak Mus beserta anak istri, sedangkan satu kamar lagi buat kami bertiga. Lampu listrik sudah masuk sampai di kampung.
Anak pertama Pak Mus duduk di bangku kelas 2 SD Talaga. Si bungsu belum bersekolah.
Malam begitu dingin di kampung yang terletak di lereng gunung itu. Kami bertiga menemani Pak Mus dengan cerita lepas, berteman kopi panas, dan kabut di kesunyian malam.
Aroma pala dan cengkih menguar.
Menurut Pak Mus, tak ada yang tahu pasti latar belakang kampung Talaga. Kampung unik ini begitu terisolir. Jarak dari kampung induk di Kelurahan Rum Balibunga setidaknya 2 jam berjalan kaki.
Kampung Talaga didiami 30 Kepala Keluarga (KK).
“Kampung ini dapa liat orang sedikit, dikarenakan warga di kampung Talaga sudah banyak bermigrasi keluar,” ceritanya.
Hampir sebagian besar kehidupan kampung Talaga berprofesi sebagai petani. Dan sisanya sebagai tukang bangunan yang bekerja di luar kampung.
Ia menyatakan, kebanyakan pemuda-pemudi di kampung Talaga suka olahraga, baik voli maupun bola kaki. Bahkan dengan bakat bermain voli, salah satu pemudi di kampung Talaga mewakili Provinsi Maluku Utara ke Australia.
“Saya sudah lupa tahun berapa. Kalau dulu, ada seorang pemuda bernama Ade M. Nur dari kampung Talaga. Karena sudah menikah, ia keluar dari kampung Talaga turun ke Rum. Saat ini dia berada di Jakarta*,” singkat pak Mus.
Tinggalkan Balasan