Tandaseru — Rencana Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, mengusulkan Kapita Banau sebagai Pahlawan Nasional mendapat respon positif sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Irfan Ahmad.
Irfan mengatakan, semangat Pemda Halbar mengusulkan Banau sebagai Pahlawan Nasional sangat tepat. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan, Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara.
“Bila dicermati UU 20/2009, sangat jelas Banau layak diusulkan sebagai Pahlawan Nasional. Kami berharap niat ini jangan hanya sebatas isu politik. Kalau ini dijadikan sebagai isu politik sangat rugi, karena wilayah lain terus mengusulkan pahlawan mereka untuk diakui oleh negara,” tuturnya, Rabu (3/3).
Mantan Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unkhair Ternate ini mengungkapkan, sosok Banau dalam menentang imperialisme Belanda tidak diragukan lagi. Bahkan menurut Irfan, di beberapa sumber jauh sebelum memimpin Perang Jailolo 1914 Banau juga pernah terlibat melawan Belanda pada Perang Kao 1912.
Keberanian Banau membuat konstalasi politik di Karesidenan Ternate berubah pada waktu itu. Bahkan pihak Kesultanan Ternate pun mendapat berbagai ancaman dari Pemerintah Kolonial Belanda karena mencurigai dalang dari perlawanan Banau adalah ulah Sultan Ternate.
“Dari sinilah Sultan Ternate Haji Muhammad Usman Syah diasingkan ke Bandung pada tahun 1902 sampai 1915,” ungkapnya.
Peneliti Yayasan The Tebings ini menambahkan, meskipun perlawanan Banau sangat singkat, tampaknya gebrakan itu membuat pihak Pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu merasa terancam dan mengirimkan tentara dari Ambon untuk melakukan pengejaran terhadap Banau dan pasukannya.
“Banyak sumber primer yang menjelaskan tentang Perang Jailolo, baik itu termuat dalam Kolonial Verslag, Kolonial Nederlandsc Indie, Memorie Van Overgave dan beberapa koran terbitan Belanda yang saat ini tersimpan di Belanda dan ANRI Jakarta,” terangnya.
Semua arsip tersebut, sambung Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unkhair ini, bisa diakses dan dimiliki selagi ada keseriusan dari Pemerintah Halmahera Barat.
Karena proses menulis naskah akademik, biografi Banau, menyiapkan naskah pendukung dan dukungan sebagai syarat khusus dan bersifat wajib memakan waktu yang lama. Bahkan di beberapa kasus bisa sampai satu tahun proses persiapannya.
“Banau adalah pahlawan. Saya nyatakan seperti ini karena ini terlihat pada penggunaan nama almarhum yang terpampang di beberapa tempat seperti di sekolah SD Banau, SMP Banau Ternate, Kampus Sekolah Tinggi Pertanian Kewirausahaan Banau, Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau, nama gedung dan nama jalan, jadi sangat jelas penggunaan dan pemberian nama tersebut adalah satu kehormatan pemerintah terhadap keberanian sosok seorang Banau. Dengan demikian Pemda Halbar dan generasi muda di Jailolo punya kewajiban untuk mendorong Banau hingga diakui oleh Negara Republik Indonesia,” tegas Irfan.
Tinggalkan Balasan