Jefri menuturkan, secara mekanisme pendaftaran aset itu tanah dan bangunan harus jadi satu. Tidak bisa tanah milik pihak lain dan bangunan pun juga begitu.

“Karena ini hubungan antara negara dengan negara, baik Pemprov dan Pemkot. Jika ini masih dalam konteks negara maka dari pihak negara akan mediasi supaya harus ada keputusan yang bersumber dari kesepakatan bersama untuk membuat atau mempolakan aset ini sehingga tanah dan bangunan bisa jadi satu,” cetusnya.

Dia juga menyebutkan, harus ada pihak yang mengalah. Kemudian digunakan pendekatan undang-undang otonomi daerah.

“Dan sudah disarankan yang ada di Kota Ternate saja tetapi belum diputuskan. Ini juga tidak bisa keputusan dari Pemkot sendiri, harus ada keputusan dari Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah. Itu berdasarkan Perpres Nomor 33 Tahun 2018,” bebernya.

Sementara itu Sekretaris Daerah Kota Ternate Jusuf Sunya menjelaskan, dalam pertemuan tersebut Pemkot mendengarkan pendapat hukum dari pihak kejaksaan melalui Asdatun.

“Ini merupakan tindak lanjut dari asesmen yang dilakukan oleh KPK kemarin dan ditindaklanjuti oleh Asdatun dan pihak Provinsi. Saya kira sudah tidak ada masalah,” ujar Jusuf.

Ia menyatakan, terkait dengan aset eks rumah dinas gubernur sudah ada beberapa opsi.

“Nanti ada di Bagian Aset, karena saya tidak tahu di bagian itu dan belum terpantau tetapi kita akan upayakan itu,” tandasnya.