Tandaseru — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Utara mendukung adanya ancaman penjara bagi warga yang menolak disuntik vaksin Covid-19.
Ketua DPRD Malut Kuntu Daud mengatakan, DPRD pada prinsipnya mendukung sanksi pidana bagi warga yang menolak divaksin jika itu tertuang dalam undang-undang. Meski begitu, DPRD tetap memberikan catatan, dimana pemerintah harus terlebih dahulu memberikan sosialisasi kepada masyarakat terhadap keamanan vaksin Sinovac sebelum melakukan vaksinasi secara massal.
“Saya pernah sampaikan bahwa kepala-kepala daerah di Malut harus menjadi contoh pertama yang divaksin, sehingga masyarakat bisa meyakini keamanan vaksin tersebut,” ujar Kuntu kepada tandaseru.com, Senin (11/1).
Kuntu bilang, peran Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melakukan sosialisasi keamanan vaksin sangat besar. Sosialisasi juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh adat.
“Sangat disayangkan jika tanpa sosialisasi yang efektif lalu vaksin ini langsung dipakai. Padahal kita semua belum tahu, bahkan negara di dunia ini belum pernah menggunakan vaksin jenis ini,” ungkap politikus PDI Perjuangan ini.
Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Ternate Usman Muhammad menjelaskan, keberadaan vaksin Sinovac masih menjadi polemik panjang di tengah masyarakat. Untuk itu, pemerintah jangan terlalu memaksakan warganya.
“Seharusnya peran pemerintah saat ini adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa status vaksin ini sudah aman dari sisi kesehatannya,” tutur Usman.
MUI pusat sendiri sudah memberikan fatwa Sinovac tidak bermasalah dari sisi kehalalan.
“Memang ya MUI pusat sudah mengeluarkan fatwa tentang kehalalannya meskinpun kita MUI di daerah belum menerima fatwa itu secara tertulis, namun tingkat kehalalalnnya sudah tidak bermasalah. Tapi dari WHO dan berbagai negara di dunia ini belum pernah menggunakan vaksin ini, jadi pemerintah harus bijaklah, jangan memaksakan. Karena ada masyarakat yang sampaikan ke saya mereka siap dipenjara daripada menerima vaksin,” ungkap Usman.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej tentang ancaman hukuman berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dimana dalam pasal 93 menyebutkan setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan bisa dipidana dengan penjaran paling lama 1 tahun atau denda maksimal Rp 100 juta.
Tinggalkan Balasan