Tandaseru — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) fokus mengawal tiga hal yang dinilai paling berpotensi merusak prinsip jujur dan adil Pemilihan Kepala Daerah 2020. Ketiga hal tersebut adalah politik uang, netralitas ASN dan jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
Hal ini diungkapkan Komisioner Bawaslu RI Mochammad Afifuddin saat ditemui di Café Jarod Ternate, Jumat (11/9) malam. Afif menyatakan, Bawaslu provinsi maupun kabupaten/kota diminta lebih serius mengawasi ketiga hal tersebut.
“Ada tiga hal yang menjadi keseriusan Bawaslu RI untuk ditindak terutama politik uang, netralisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan masalah daftar pemilih tetap (DPT),” tutur Afif.
Afif bilang, indeks kerawanan pemilu yang telah dirilis Bawaslu juga menyatakan ketiga hal tersebut rawan terjadi. Saat ini, Bawaslu sudah mulai menindaklanjuti DPT yang bermasalah dan terus berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum untuk menuntaskannya.
“Jadi kerawanan ini kita munculkan untuk kita cegah agar tidak terjadi semasif yang dulu-dulu,” ungkap Komisioner Bawaslu Divisi Pengawasan dan Sosialisasi tersebut.
Ia mencontohkan, misalnya Bawaslu RI sudah merealisasikan 500 kasus yang telah diproses di Komisi ASN. Menurutnya, angka tersebut adalah jumlah terbanyak yang pernah diproses dalam Pilkada.
“Kita harapkan selain untuk memastikan kesiapan jajaran (Bawaslu) Ternate, kedatangan kita di sini juga untuk menstimulus agar pengawasan efektif agar keinginan untuk semua lapisan masyarakat melakukan pengawasan dan bisa terakomodasi sebagaimana tadi aktivitas kita di satu desa untuk kemudian masyarakat itu sangat aktif menolak politik uang, menolak politik SARA, berita bohong dan lain-lain,” jelas komisioner asal Sidoarjo ini.
Alumni Universitas Indonesia tersebut menegaskan, dalam Pilkada kali ini, protokol kesehatan juga menjadi prasyarat. Jajaran Bawaslu telah melakukan banyak koordinasi dengan Satgas dan menyiapkan alat pelindung diri.
“Memang pandangan kita di saat kampanye kita tahu pencalonan kemarin di banyak daerah yang mendaftarkan diri dengan melanggar protokol kesehatan, ada sanksinya,” ujar Afif.
Tinggalkan Balasan